PERJANJIAN PENGKREDITAN BPR

Abstract

Semakin tingginya biaya hidup masyarakat Indonesia dan untuk mencukupi kebutuhannya tidak cukup hanya mengandalkan gaji tiap bulannya. Untuk memenuhi kebutuhan yang belum tercukupi tersebut biasanya masyarakat mengajukan kredit baik di lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank. Salah satu opsi masyarakat mengajukan kredit adalah melalui lembaga keuangan bank yaitu lewat Bank Perkreditan Rakyat yang biasanya menjalankan fungsinya yaitu menerima simpanan dalam bentuk deposito yang berjangka, tabungan atau bentuk lainnya yang kemudian disalurkan kembali melalui kredit jangka pendek untuk masyarakat yang ada di pedesaan. Karena tujuan Bank Perkreditan Rakyat adalah untuk membantu masyarakat yang biasanya membutuhkan modalan atau Bank Perkreditan Rakyat juga bertujuan untuk menyaluran dana bagi usaha mikro dan kecil menengah (UMKM), umumnya status BPR dapat diberikan pada lembaga-lembaga dengan lokasi-lokasi yang dekat dengan masyarakat kecil yang membutuhkan contohnya adalah dekat dengan pasar atau lokasi-lokasi lainnya. Di dalam Bank Perkreditan Rakyat (BPR), memang salah satu syarat kredit adalah jaminan atau agunan. Tetapi bukan berarti jaminan atau agunan merupakan syarat utama yang menjadi pertimbangan pemberian kredit. BPR lebih mengutamakan prinsip kepercayaan yang berlandaskan prospek usaha yang dijalankan akan sukses atau tidak. Rata-rata masyarakat di Indonesia sudah tidak asing dengan perjanjian kredit,namun belum diketahui apakah masyarakat sudah mengetahui apakah perjanjian kredit sudah sesuai dengan ketentuan perjanjian baku yang ada di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Salah satu syarat dari perjanjian baku adalah kesepakatan dari kedua belah pihak, namun sudahkah hal tersebut dilaksanakan? atau walaupun tidak dilaksanakan sesuai seperti perjanjian baku dapat mempermudah pelaksanaan perjanjian tersebut?