PEMIDANAAN PELAKU PEMERKOSAAN DENGAN ORIENTASI SEKSUAL SEJENIS
Abstract
Pemerkosaan adalah tindaka kejahatan seksualal yanag merugikan korbana dan keluarganya. Kerugian moril dan psikologis, kesehatan, maupun kerugiana dalamabentuk ekonomi apabilla menyebabakan korban tidak lagi dapat bekerja, tidaka lagi bisa bersekolah termasuk yanag mendapatkan paksaan kawin pasca diperkosa. Pemerkosaan adalah salah satu kasus kejahatan seksual yang meresahkan. Saat ini pemerkosaan tidaka hanya terjadi antar kelamain, namun juga terjadi pada orientasi seksual sejenis. Hal ini sudah banyak terungkap di berbagai media sedangkan tidak ada tindakan hukum dan kepastian hukum bagi para korbannya. Sebagai contoh kasus pemerkosaan sesama jenis yang terjadi pada artis SJ di Kelapa Gading, Jakarta Utara, kejadian ini terjadi pada 14 Juni 2016, pelaku divonis 3 (tiga) tahun penjara. Ia terbukti mencabuli seorang laki-laki yang belum dewasa. Vonis ini mengecewakan sebagian kalangan masyarakat karena meringankan pelaku. Pengadilan menggunakan Pasal 292 KUHP untuk menjerat pelaku dengan ancaman hukuman maksimal 5 (lima) tahun. Pemidanaan terhadap pelaku pemerkosaan dengan orientasi seksual homoseksual hanya diatur dalam Pasal 292 KUHP yaitu mengatur pemidanan terhadap pelaku kejahatan pemerkosaan sesama jenis terhadap orang yang belum dewasa dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun, sedangkan kejahatan pemerkosaan di KUHP hanya mengatur pemidanaan terhadap laki-laki sebagai pelakunya dan perempuan sebagai korbannya yaitu terdapat dalam Pasal 285 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun. Penyusunan RKUHP yang terdapat dalam naskah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) hasil pembahasan Panitia Kerja RKUHP DPR RI tanggal 24 Februari 2017, pasal yang mengatur tentang tindak kejahatan pemerkosaan terdapat dalam Pasal 491. Rancangan dalam Pasal inipun tidak mengatur tindak kejahatan pemerkosaan terhadap sesama jenis.