SANKSI ADAT DAN PIDANA YANG BERBARENGAN DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK KAITANNYA DENGAN ASAS NEBIS IN IDEM (Studi Di Desa Adat Tanglad, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung)

Abstract

Hukum adat sebagai aturan yang mengatur perbuatan dan tingkah laku dalam hubungan kemasyarakatan, timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat (masyarakat Indonesia), yang dipertahankan sebagai penjaga tata tertib hukum. Dalam hukum adat dikenal istilah delik adat yang artinya segala perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat yang jika dilanggar akan mendapatkan reaksi adat atau sanksi adat. Tujuan adanya reaksi adat atau sanksi adat adalah untuk memulihkan keseimbangan yang terganggu antara lain dengan berbagai jalan dan cara, dengan pembayaran adat berupa barang, uang, mengadakan pembersihan (maprayascita) dan lain sebagainya. Namun adakalanya delik adat yang dilakukan seseorang juga sekaligus menjadi delik pidana dalam hukum formal seperti misalnya kasus pencabulan terhadap anak dibawah umur. Sehingga selain pelakunya diberikan sanksi adat oleh desa adat, secara berbarengan dikenai juga sanksi pidana oleh Negara karena kasusnya ditangani Polisi. Sehingga pada akhir cerita ternyata pelakunya dihukum sebanyak 2 (dua) kali terhadap perbuatan yang sama. Jika dikaitkan dengan sebuah asas hukum yang kita kenal dengan asas nebis in idem (diatur di dalam Pasal 76 ayat (1), ayat (2) KUHP) yang artinya seseorang tidak boleh dituntut sekali lagi lantaran perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim.