MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM PENATAAN KELEMBAGAAN TERBARU

Abstract

Tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada era reformasi tersebut merupakan suatu langkah terobosan yang fundamental, karena pada era sebelumnya tidak dikehendaki adanya perubahan terhadap UUD NRI 1945. Dalam perkembangan-nya, tuntutan perubahan UUD NRI 1945 pada akhirnya menjadi kebutuhan bersama bangsa Indonesia. Selanjutnya, tuntutan itu diwujudkan secara komprehensif, bertahap dan sistematis dalam empat kali perubahan UUD NRI 1945 melalui mekanisme empat kali sidang Mejelis Permu-syawaratan Rakyat (MPR) sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Seiring dengan momentum perubahan UUD NRI 1945 pada masa reformasi, gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia semakin menguat. Puncaknya terjadi pada tahun 2002 ketika gagasan pembentukan Mahk-amah Konstitusi dimasukkan dalam perubahan UUD NRI 1945 yang dilakukan oleh MPR seba-gaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945 dalam Perubahan Ketiga.2 Di dalam Pasal 24 ayat (2) Perubahan Ketiga UUD NRI 1945 yang ditetapkan MPR pada 9 Nopember 2001, menambahkan lembaga pelaksanaan kekuasaan kehakiman baru, yakni Mahkamah Konstitusi. Pperkembangan kebutuhan hukum ketatanegaraan yang dinamis dan progresif, maka diusianya yang ke-15 tahun, dipandang perlu dan mendesak untuk dilakukan penataan kekuasaan kehakiman di Indonesia, terutama berkaitan dengan penataan kewenangan MK, meliputi penyatuan pengujian materi peraturan perundang-undangan di bawah UUD terhadap UUD, kewenangan pembubaran partai politik termasuk pembubaran Ormas, kewenangan SKLN tidak saja sengketa antar lembaga negara yang diatur dalam UUD, tetapi juga lembaga atau organ negara dan lembaga pemerintahan dari pusat maupun daerah sebagaimana diatur dalam UU, dan penambahan kewe-nangan penga-duan konstitusional yang secara teoritik dan empirik mendesak diatur dalam hukum positif sebagai upaya hukum terhadap pelanggaran hak-hak konstitusional warga negara.