KRIMINALISASI PENGGUNA JASA PEREMPUAN YANG DILACURKAN (PEDILA) SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Abstract

AbstractThis research is a socio legal research which focusing on problem that existed in society to find the best recommendation as a solution. Descriptive qualitative method used in this research to explain problem that found. Statute approach and comparative approach are two type of research approach that used in this research. Result of this research showed that practically chapter 12 of human trafficking criminal law has never been used to criminalize prostitution client because there are resistances. Prostitution client is not written clearly as a subject at chapter 12 human trafficking criminal law. The unnwritten subject at chapter 12 make different interpretations between police investigator. The different interpretations come because the interpretation has not been based on legal theory. Criminalize of prostitution client is a common regulation with the Swedish Model from Sweden. The Swedish Model has shown succeed progress to decrease prostitution. Implementation of chapter 12 to criminalize prostitution client is fulfilling the law purposes which are justice, utility, and legal certainity. Recommendation that can be offered is doing a legal reform of chapter 12 human trafficking penal regulation by adding sentence that refer to prostitution client. Legal reform will fulfill lex scripta, lex certa and lex stricta as the points of criminal law.Keywords: criminal law; human trafficking; prostitutionAbstrakPenelitian ini merupakan penelitian socio legal yang mengkaji gejala permasalahan di masyarakat untuk menemukan rekomendasi terbaik. Metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang ditemukan. Pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengguna jasa PEDILA tidak pernah dapat dipidana karena adanya perbedaan penafsiran di kalangan kepolisian. Pasal 12 UU TPPO tidak secara tertulis menunjukkan bahwa pasal tersebut berlaku bagi pengguna jasa PEDILA. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan penafsiran di kalangan kepolisian. Perbedaan penafsiran ini terjadi karena penafsiran dilakukan tanpa dasar teori yang benar sehingga terjadi kesesatan berpikir. Penerapan Pasal 12 UU TPPO guna pemidanaan pengguna jasa PEDILA merupakan langkah yang sama dilakukan oleh Swedia yang terbukti efektif menurunkan angka prostitusi di Swedia. Oleh karena itu pasal 12 UU TPPO haruslah diterapkan terhadap pengguna jasa PEDILA karena akan mampu mencapai ketiga tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Rekomendasi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi hambatan penyidik kepolisian adalah dengan melakukan pembaharuan hukum. Pembaharuan hukum dilakukan dengan menambahkan kalimat “tak terbatas pada pengguna jasa PEDILA” pada ketentuan Pasal 12 UU TPPO. Pembaruan hukum ini sebagai langkah pemenuhan ketiga asas hukum pidana yaitu lex scripta, lex certa, lex stricta.Kata kunci: hukum pidana; perdagangan orang; prostitusi