IMPLIKASI USAHA PENAMBANG GALIAN C TERHADAP DEGRADASI KUALITAS MUTU LINGKUNGAN HIDUP SUNGAI (Studi Kasus Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka)

Abstract

Quarrying C Mining Activities, which are carried out by residents in the river area in Majalengka Regency, are mining sand individually or in groups in the form of traditional micro and medium enterprises. The existence of the business is carried out with various limitations namely minimal technology, the existence of limited human resources, small capital aspects and activities carried out by ignoring the licensing factor by referring to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining. Traditional miners must have a People's Mining License (IPR) granted by the local Regional Government. The fact is that the mining activities are carried out without a permit and public policies are needed from the continuous support of the local government to maintain the environmental quality of the river basin. The formulation of the problem is how is the implementation of Majalengka District Government's policy to maintain the quality of the river's environmental quality? And how is the legal understanding of traditional illegal miners in the District of Palasah Majalengka Regency to build awareness and legal compliance? This study uses the hermeneutic paradigm with the aim of understanding the interaction of actors who are involved or involved themselves in a social process, including social processes that are relevant to legal issues. The so-called actors in this research are the traditional illegal miners in Palasah Sub-District, Majalengka Regency. The legal basis for local community control of sand mining activities carried out naturally and is handed down for more than 50 (fifty) years. However, the legal basis for the control is not enough, in this case the people conducting sand mining must have a People's Mining License (IPR) granted by the local government as regulated in Article 1 paragraph (10) of Law No. 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining.Kegiatan Penambangan Galian C, yang dilakukan oleh penduduk di kawasan sungai di Kabupaten Majalengka yaitu penambangan pasir secara perorangan atau berkelompok dalam bentuk usaha kecil mikro dan menengah secara tradisional. Eksistensi usaha tersebut dilakukan dengan berbagai keterbatasan yaitu minim teknologi, keberadaan sumber daya manusia yang terbatas, aspek permodalan kecil serta kegiatan yang dilakukan dengan mengabaikan faktor perizinan dengan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.  Penambang tradisioanl harus mempunyai Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat. Faktanya aktivitas penambangan tersebut, dilakukan tanpa adanya izin dan dibutuhkan kebijakan publik dari keberpihakan Pemerintah Daerah setempat secara berkesinambungan untuk menjaga kualitas lingkungan hidup kawasan sungai. Rumusan masalahnya bagaimanakah implementasi kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka untuk menjaga kualitas mutu lingkungan hidup sungai? Dan bagaimanakah  pemahaman hukum penambang liar tradisional di Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka untuk membangun kesadaran dan kepatuhan hukum? Penelitian ini menggunakan paradigma hermeneutika dengan tujuan untuk memahami interaksi para aktor yang tengah terlibat atau melibatkan diri ke dalam suatu proses sosial, termasuk proses-proses sosial yang relevan dengan permasalahan hukum. Yang disebut aktor dalam penelitian ini adalah para penambang liar tradisional yang ada di Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka. Dasar hukum penguasaan oleh masyarakat lokal atas kegiatan penambangan pasir yang dilakukan yang terjadi secara alamiah dan turun temurun selama 50 (lima puluh) tahun lebih. Akan tetapi, dasar hukum penguasaan tersebut tidaklah cukup, dalam hal ini masyarakat yang melakukan penambangan pasir harus mempunyai Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat sebagaimana yang diatur  dalam Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara