Penafsiran Dispensasi Perkawinan bagi Anak di Bawah Umur (Analisis Beberapa Putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh)

Abstract

Makna ketentuan dispensasi perkawinan dalam Pasal 7 ayat (2) tidak disebutkan secara jelas sehingga masyarakat beranggapan bahwa Undang-Undang Perkawinan Pasal 7 ayat (2) mengatur tentang dispensasi yang dimana Pasal 7 ayat (2) memberikan ruang kepastian hukum bagi anak yang ingin menikah tetapi masih dibawah umur. Oleh sebab itu hakim harus melakukan penafsiran terhadap pasal 7 ayat (2) supaya memperjelas makna dispensasi yang terkandung dalam pasal tersebut. Hal inilah yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana penafsiran gramatikal dispensasi perkawinan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bagaimana wujud penafsiran tersebut dalam pertimbangan-pertimbangan hukum majelis hakim pada putusan-putusan Mahkamah syar’iyah Aceh. Untuk memperoleh jawaban digunakan penelitian library research terhadap beberapa Putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh, dan didukung oleh data primer yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam penelitian ini, serta putusan-putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh. Disamping itu juga didukung oleh data sekunder berupa jurnal hukum, majalah, serta buku yang relavan dengan kajian ini. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer berupa beberapa putusan dan melakukan analisis terhadap data primer terlebih dahulu. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebuah kesimpulan bahwa hakim melakukan penafsiran terhadap Pasal 7 ayat (2) mengenai dispensasi perkawinan didasarkan alat bukti yang diajukan oleh pemohon sehingga dapat meyakinkan hakim dalam memberikan sebuah penetapan. Adapun wujud penafsiran dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim haruslah menggali fakta-fakta dan bukti yang diajukan oleh pemohon sebagai metode penemuan hukum yang belum jelas sehingga diperlukannya penafsiran untuk mendapatkan penetapan yang seadil-adilnya.