GAYA BUSANA IDENTITAS ULAMA SUNDA 1800-1998

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis pada kesederhanaan gaya hidup kaum ulama/ kyai di Tatar Sunda yang terkesan monoton aktivitasnya antara masjid, pondok, santri dan masyarakat. Kalau kita tengok kekayaan dan isi rumahnya niscaya tak ada barang mewah yang menghiasi, hanya deretan kitab-kitab kuning klasik yang menjadi kajian kebanggaannya. Tak terkecuali dalam hal gaya berbusananya. Sekalipun ulama-ulama di Tatar Sunda memiliki kekhasan gaya busana masing-masing, tetapi sangat jauh dari tampilan kemewahan. Seiring dengan perkembangan zaman terutama di era reformasi justeru banyak tampil ulama atau kyai gaya baru yang menghias media layar kaca yang sangat berbeda jauh dengan apa yang ditampilkan oleh ulama/kyai tempo lalu terutama di era kolonial. Terkadang sulit membedakan mereka, apakah sebagai sosok seorang ulama/ kyai atau selebritas? Pertanyaannya, apa yang menjadi latar penyebab terjadinya pergeseran sosok ulama bersahaja dan berwibawa kepada kyai/ustadz yang popular dengan gaya hidupnya yang mewah? Bagaimana model-model gaya busana para ulama dari zaman ke zaman di Tatar Sunda? Penelitian ini menggunakan metode historis yang meliputi empat tahapan, yaitu: 1) heuristik, 2) kritik sumber, 3) interpretasi, dan 4) historiografi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat menjelaskan bahwa keterkaitan fashion atau busana pada ulama/ kyai tidak lagi sebatas simbol budaya yang mencerminkan identitas dan kepribadian seorang ulama, melainkan juga nilai agama tercakup di dalamnya. Pakaian ulama dianggap sebagai standar berpakaian yang dianjurkan dalam Islam. Oleh karenanya, meniru gaya berpakaian ulama akan dianggap sebagai bagian dari tuntunan ajaran Islam. Gaya busana para ulama disesuaikan dengan kondisi sosial dan kultur di daerahnya masing-masing sekalipun sebagiannya mengadopsi model-model dari luar, baik model Arab Timur Tengah, Eropa, India, Cina bahkan Turki.