Penolakan Hakim terhadap Hak Ḥaḍānah Isteri dalam Putusan Nomor: 0056/Pdt.G/2017/Ms.Bna

Abstract

Hak pengasuhan atau ḥaḍānah secara normatif maupun yuridis diberikan kepada pihak ibu anak. Artinya, ibu menempati posisi pertama yang mempunyai hak atas pengasuhan anak-anaknya pasca perceraian. Permasalahan yang disoroti dalam penelitian ini adalah putusan Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh Nomor 0056/Pdt.G/2017/MS.Bna. Hakim tidak menerima gugatan hak ḥaḍānah isteri. Pertanyaan yang diajukan adalah bagaimana pertimbangan Hakim Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh dalam menolak hak ḥaḍānah isteri, dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pertimbangan hakim menolak hak ḥaḍānah isteri dalam perkara putusan Nomor 0056/Pdt.G/2017/Ms. Bna? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan hakim Mahkamah Syar’iyyah Banda Aceh dalam menolak hak ḥaḍānah isteri, dan untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap pertimbangan hakim menolak hak ḥaḍānah isteri dalam perkara putusan Nomor 0056/Pdt.G/2017/Ms.Bna. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dikaji dengan menggunakan cara deskriptif-analisis-normatif. Dalam putusan Nomor 0056/Pdt.G/2017/Ms.Bna, hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh tidak memuat apakah anak diberikan kepada pihak isteri sebagai penggugat ataupun kepada suami sebagai tergugat. Hanya saja, karena anak berada di bawah penguasaan tergugat maka hal ini memberi hak ḥaḍānah tetap berada di bawah asuhan tergugat. Alasan suami membantah jawabah tergugat juga menjadi pertimbangan Hakim. Telah cukup bukti pihak ibu tidak memenuhi syarat mengasuh anak, sebab isteri dapat mengganggu pertumbuhan anak, baik secara psikologi maupun kasih sayang. Putusan hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh sudah sejalan dengan ketentuan hukum Islam, karena pihak penggugat atau isteri tidak memenuhi syarat mengasuh anak, yaitu tidak mampu mengasuh anak, juga terlihat dari jawaban dan bantahan dari pihak suami menolak gugatan hak ḥaḍānah isteri. Ketidakmampuan penggugat atau isteri mengasuh anak juga terlihat saat penggugat tidak melanjutkan gugatan hak ḥaḍānah, bahkan menarik kembali tuntutannya semula.