Pengaruh Pembatasan Subsidi Bbm Solar Terhadap Tarif Angkutan Perkotaan

Abstract

Pembatasan subsidi BBM Solar akan berdampak pada kenaikan biaya operasional kendaraan angkutan umum yang pada akhirnya akan menyebabkan kenaikan tarif angkutan umum. Dampak pengurangan subsidi tersebut perlu kajian untuk mengidentifikasi kenaikan tarif angkutan umum disesuaikan dengan wilingness to pay (WTP) dan willingness to accept (WTA) penumpang angkutan umum tersebut. Metode perhitungan tarif angkutan umum didasarkan pada metode perhitungan biaya operasional kendaraan yang telah ditetapkan pada peraturan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan. Sedangkan metode perhitungan WTA dan WTP menggunakan analisis kuantitatif. Analisis dilakukan dengan menggunakan beberapa skenario kenaikan harga BBM Solar, yaitu kenaikan 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Kenaikan harga BBM sebesar 20% belum memberikan pengaruh terhadap kenaikan tarif angkutan perkotaan yaitu masih dapat menerapkan tarif seperti yang sekarang berlaku Rp 3000. Karena tarif tersebut masih dibawah WTP (Rp 3.915) dan ATP (Rp 4.941). Kenaikan BBM solar sebesar 40% telah memberi pengaruh terhadap kenaikan tarif angkutan umum yaitu sebesar Rp 3.700. Namun kenaikan tarif tersebut belum melebih WTP dan ATP penumpang yaitu  Rp 3.915 dan Rp 4.941. Kenaikan harga BBM sebesar 60%, 80% dan 100% telah memberikan pengaruh terhadap kenaikan tarif sebesar Rp 5.200, Rp 8.175 dan Rp 15.059. Kenaikan tarif tersebut jauh dari nilai WTP (Rp 3.915) dan ATP (Rp 4.941). Untuk menjaga keberlangsungan angkutan perkotaan di DKI Jakarta, diperlukan campur tangan pemerintah dengan pemberian subsidi apabila kebaikan BBM solar yang diberlakukan melebihi atau sama dengan 40%. Subsidi tersebut untuk masing-masing kenaikan BBM solar 40%, 60%, 80% dan 100% adalah Rp 200 per penumpang-km, Rp 3.200 per penumpang, dan Rp 10.000 per penumpang-km. Kata kunci: subsisdi BBM solar, tarif, WTP, WTA