Fasakh Nikah dalam Teori Maṣlaḥah Imām Al-Ghazālī

Abstract

Artikel ini membahas tentang fasakh nikah dengan menggunakan teori mashlahah Imam Al-Ghazali. Dalam perspektif Islam mengenai pemutusan hubungan akad pernikahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan fasakh nikah atau membatalkan akad nikah. Para ulama sepakat bahwa fasakh nikah boleh dilakukan oleh suami atau isteri. Keduanya sama-sama mempunyai hak yang seimbang memutuskan pernikahan melalui fasakh nikah sesudah terpenuhi sebab yang mendahuluinya. Pendapat Imām al-Ghazālī terkait fasakh nikah cenderung lebih khas dibandingkan dengan ulama lain. Ia mencoba menghubungkan kebolehan fasakh ini dengan teori maṣlaḥah. Artikel ini hendak mengungkap pendapat Imām Ghazālī tentang faktor pembolehan fasakh nikah, dan teori maṣlaḥah Imām al-Ghazālī tentang hukum fasakh nikah. Untuk menjawab persoalan tersebut, maka data-data yang dikumpulkan secara keseluruhan mengacu pada kepustakaan (library research). Metode analisis data yang dipakai adalah deskriptif analisis. Hasil analisis pembahasan menunjukkan bahwa bagi Imām al-Ghazālī, faktor fasakh nikah ada enam, yaitu aib atau cacat, penipuan, wanita sudah terbebas dari status budak, impotensi baik kepada suami atau isteri, suami yang miskin dan tidak mampu memberikan nafkah, dan faktor pasangan yang hilang. Bagi Imām al-Ghazālī, apabila faktor tersebut ada, pihak suami ataupun isteri bisa menfasakh pernikahannya. Imām al-Ghazālī cenderung memahami fasakh nikah sebagai peristiwa hukum yang dibolehkan dalam Islam sebab mengandung sisi maṣlaḥah, mengangkat mudarat (kerusakan) yang timbul dari hubungan suami dan isteri. Teori maṣlaḥah pada fasakh nikah masuk dalam maṣlaḥah yang bersifat partikular atau tertentu, atau disebut juga maṣāliḥ al-juz’iyyah.