AKIBAT HUKUM PERPANJANGAN PERJANJIAN KREDIT RITEL BANK DI BAWAH TANGAN YANG MELANGGAR PERATURAN INTERNAL BANK
Abstract
Pada Surat Direksi BRI Nomor B.869 - DIR/ADK/07/2016 perihal Pembuatan Surat Perjanjian Perpanjangan Kredit Dibawah Tangan disebutkan bahwa telah menjadi judgement pejabat pemutus kredit, dengan mempertimbangkan tingkat risiko kredit, kredit yang menggunakan akta di bawah tangan pada PT. Bank Rakyat Indonesia biasanya adalah kredit yang bernilai kecil dibawah Rp.100.000.000,- ( seratus juta Rupiah ). Sedangkan kredit berjumlah besar bernilai lebih dari Rp.100.000.000,- ( seratus juta Rupiah ) dibuat menggunakan akta notariil. Dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan tentang bagaimanakah akibat hukum yang ditimbulkan apabila perpanjangan perjanjian kredit yang berjumlah di atas seratus juta Rupiah tersebut dibuat secara di bawah tangan, apa alasan yuridis dan non yuridis yang mendasari serta bagaimanakah penyelesaian permasalahan hukumnya apabila kredit tersebut mengalami kemacetan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan didukung penelitian hukum empiris. Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan yaitu : pendekatan Undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual ( conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum dari pelaksanaan Perpanjangan perjanjian kredit dengan akta yang dibuat secara dibawah tangan dan dengan jaminan yang tidak dilakukan pengikatan maka kreditor tidak mendapat kedudukan yang diutamakan (preference) karena dengan tidak diikatnya jaminan sebab perjanjian tersebut hanya diperpanjang secara di bawah tangan, maka akibat hukumnya tidak dapat dilakukan eksekusi secara langsung apabila debitur wanprestasi. Maka dari itu sebelumnya Bank telah mengeluarkan surat kuasa untuk mencairkan atau melelang jaminan apabila terjadi wanprestasi. Perpanjangan kredit diatas seratus juta Rupiah tersebut dibuat secara di bawah tangan dibenarkan mengingat Penetapan kredit berada di tangan Pejabat Pemutus, kepercayaan Pejabat Pemutus terhadap nasabah yang usaha dan kreditnya lancar serta mengingat faktor efisiensi biaya agar kredit BRI lebih memiliki daya saing. Penyelesaian kemacetan kredit kecil kemungkinannya untuk sampai pada gugatan di pengadilan, biasanya diselesaikan dengan negosiasi berupa rescheduling, reconditioning, restructuring, eksekusi jaminan serta penghapusbukuan kredit macet