BATAS WAKTU MUSAFIR BERMUKIM UNTUK KEBOLEHAN QASARSALAT
Abstract
Musafir adalah salah satu sebab yang membolehkan seseorang untuk qasar shalat, ini merupakan pendapat yang telah disepakati oleh para ulama. Mereka berbeda perdapat sampai berapa lama seseorang yang musafir dibolehkan mengqasar shalat. Dalam hal ini, mazhab Hanafi berpendapat musafir tersebut dibolehkan qasar shalat secara terus menerus, kecuali bila ia telah menetap di suatu tempat melebihi dari 15 hari, maka ia dianggap sebagai mukim dan harus menyempurnakan shalatnya. Sedangkan mazhab Syafi’i musafir tersebut dibolehkan qasar secara terus menerus, kecuali ia menetap di suatu tempat melebihi dari 3 hari. Pertanyaan penelitian adalah : bagaimanakah metode istinbat yang digunakan oleh mazhab Hanafi dan Syafi’i dalam menentukan batas waktu kebolehan qasar bagi musafir tersebut dan apa sebab terjadi perbedaan pendapat antara kedua mazhab ini. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif komparatif yaitu penelitian dengan cara menganalisis dan membandingkan pendapat-pendapat, alasan-alasan dan penafsiran terhadap dalil yang digunakan sebagai sandaran pendapat mazhab tersebut. Hasil yang ditemukan adalah kedua mazhab ini menggunakan metode istinbat bayani. Penyebab terjadi perbedaan pendapat karena adanya kesimpangsiuran dhahir di dalam sejumlah hadis dan pada subjektifitas mujtahid dalam memahami nas.Kata Kunci: Musafir, Mukim