Talak di Luar Pengadilan Menurut Fatwa Mpu Aceh No 2 Tahun 2015 Tentang Talak

Abstract

Terdapat konstruksi hukum yang berbeda antara fatwa MPU Aceh yang menyatakan sahnya talak di luar pengadilan, dengan konstruksi hukum dalam UU Perkawinan dan KHI, dimana talak harus di depan sidang pengadilan. Untuk itu, masalah yang ingin diteliti adalah bagaimana kedudukan talak yang dilakukan di luar pengadilan menurut MPU Aceh, metode istinbaṭ hukum apa yang digunakan oleh MPU Aceh terkait kedudukan talak di luar pengadilan, serta dampak fatwa tersebut. Untuk menjawab permasalahan ini, digunakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research) dan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analisis. Hasil riset menunjukkan kedudukan talak yang dilakukan di luar pengadilan dapat dilihat/ditinjau dari dua sudut pandang. Menurut perspektif hukum Islam, talak tersebut tetap berlaku atau dipandang telah jatuh. Ketentuan ini dengan tidak menghilangkan syarat-syarat penjatuhan talak dalam Islam. Namun, menurut perspektif hukum positif, talak hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan. Artinya, penjatuhan talak dapat dikatakan berlaku dan mempunyai kekuatan hukum ketika perceraian tersebut diputus di pengadilan. Adapun metode dan dalil hukum yang digunakan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh dalam menetapkan kedudukan talak di luar pengadilan merujuk pada beberapa ketentuan, di antaranya yaitu al-Qur’an dan Hadis, serta pendapat para ulama berikut dengan kesepakatan ulama dengan ketentuan bahwa talak telah dipandang jatuh menurut hukum Islam ketika telah memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditentukan. Di antara dampak talak di luar pengadilan adalah memberi peluang kepada suami dalam mempergunakan hak talaknya secara semena-mena, dan berakibat pada tidak tertibnya pelaksanaan proses perceraian, disamping tidak adanya usaha menerapkan asas perceraian dipersulit.