Perlawanan Eksekusi Pihak Ketiga terhadap Perkara Harta Bersama (Analisis Putusan Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh Nomor 0257/Pdt.G/2015/MS.Bna)

Abstract

Terdapat kasus perceraian yang terjadi di Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh yang menyangkut perkara perceraian, namun perkara tersebut berlanjut kepada sengketa harta bersama. Dalam sengketa harta bersama terjadi polemik lain yaitu perlawanan eksekusi pihak ketiga terhadap putusan tersebut. Pihak ketiga keberatan atas putusan hakim Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh, karena ada harta peninggalan Almh ibupihakketiga yang digunakan dalam pembagian harta bersama. Namun, hakim menolak perlawanan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan penyebab hakim Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh menolak perlawanan eksekusi pihak ketiga dan langkah yang digunakan hakim Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh dalam menetapkan kembali putusan yang telah dieksekusi. Dalam penelitian ini penulis mengunakan bahan hukum primer yaitu putusan Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh Nomor 0257/Pdt.G/2015/MS-Bna. Kemudian data ini di analisis dengan metode deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 3 (tiga) penyebab hakim menolak perlawanan pihak ketiga.Pertama, alat bukti pihak ketiga tidak memiliki Kualitas Hukum.Kedua, tidak memilikiLegalitas Hukum. Ketiga,tidak memiliki Legal Standing/Kapasitas Hukum dalam mengajukan bukti-bukti yang dibebankan kepada pihak ketiga. Oleh karena itu, dasar penolakan hakim yang mengadili dan memutuskan perkara perlawanan eksekusi pihak ketiga terhadap sengketa harta bersama dengan Nomor 0257/Pdt.G/2015/MS-Bna sudah benar dan telah memenuhi syarat yang telah diberikan oleh Undang-Undang termasukHukum Acara Peradilan Agama. Dikarenakan hakim telah memberikan peluang kepada pihak ketiga untuk memberikan hak-haknya yang dirugikan, namun dalam pembuktian pihak ketiga tidak memberikan alat-alat bukti yang dibutuhkan oleh hakim.Selanjutnya langkah yang digunakan oleh hakim Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh dalam memutuskan kembali putusan yang telah dieksekusi secara hukum telah menangguhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Seharusnya putusan yang telah dieksekusi itu tidak bisa lagi dilakukan persengketakan. Oleh karena itu, dalam menetapkan kembali putusan eksekusi. Hakim kembali pada putusan terdahulu atau putusan sebelumnya (awal).