PELAYANAN KEMENTERIAN AGAMA TERHADAP PENGANUT AGAMA HINDU DI KOTA MANADO SULAWESI UTARA
Abstract
Penelitian ini dimaksudkan untuk “melihat kembali” sistem pelayanan publik yang dilakukan olehKementerian Agama terhadap penganut agama “yang berjumlah sedikit”. Asumsi dasarnya adalahbahwa problem minoritas terkadang mempengaruhi situasi keberpihakan otoritas yang mainstream.Metode penelitian adalah kualitatif dengan mengeksplorasi sebanyak mungkin data dari narasumberyang terkait. Baik dari pejabat Kementerian Agama sebagai supplier pelayanan maupun dari masyarakatHindu sebagai stakeholder. Penelitian ini dilakukan di Kota Manado. Hasil penelitian menunjukkanbahwa Jenis pelayanan Pembimas bersifat supporting service, agensi, tidak melayani warga secaralangsung. Representasi pelayanan Kemenag dilakukan oleh guru agama Hindu, penyuluh agama, danlembaga keagamaan. Secara umum, pelayanan Kemenag (melalui Bimas dan Penyelenggara Hindu)secara umum sudah berjalan dengan baik. Kedua unit kerja ini bekerja untuk memenuhi tugas pokokdan fungsi (tupoksi). Program kerja yang disusun setiap tahunnya dimaksudkan untuk memenuhitupoksi pendidikan dan urusan agama Hindu (selain fungsi administrasi). Problemnya adalah soaltransparansi dan partisipasi. Publik Hindu sebagai stakeholder sejauh ini tidak mengetahui denganbaik hal-hal apa yang menjadi program kerja yang diprogramkan oleh Kemenag. Ini karena partisipasipublik dalam penyusunan ataupun dalam pengambilan keputusan tidak terjadi. Kemenag “menjauhkandiri” dari publik karena menganggap sudah tahu apa yang dibutuhkan oleh publik. Kemenag hanyamengembangkan sistem yang bersifat empati.