MENGIKIS SENTIMEN ANTI-CHINA MELALUI LITERASI MULTIKULTURAL

Abstract

Masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia masih sering mendapatkan perlakuan diskriminatif, menjadi sasaran ujaran kebencian, dan didegradasi peran sosial politiknya. Sentimen dan persepsi negatif terhadap etnis Tionghoa Indonesia berkembang sejalan dengan tumbuhnya citra negatif terhadap masyarakat China. Citra negatif ini begitu nyata dihembuskan sebagai mekanisme untuk mencegah China tumbuh melampaui posisi negara-negara maju. Penghembusan citra negatif dilakukan dengan cara konvensional, yakni mempertentangkan nilai-nilai demokrasi dengan nilai-nilai sosialis, namun dijalankan dengan strategi model baru. Cara ini juga digunakan oleh kelompok anti-China di Indonesia untuk menciptakan gesekan horizontal di masyarakat sipil pada Pilkada Jakarta dan Pemilu nasional. Perkembangan sosial media yang begitu pesat menjadi pilar utama menjalankan hoax. Hoax digunakan untuk menggiring opini publik mendisposisikan ketangguhan perkembangan ekonomi dan politik China di skala global. Sementara akibat adanya perbedaan bahasa membuat informasi dan pengetahuan dari daratan China tidak tersampaikan secepat penyebaran hoaks. Tulisan ini mencoba mengidentifikasi pengetahuan masyarakat Indonesia yang diwakili oleh mahasiwa Jurusan Sastra China tentang negara dan masyarakat China. Rendahnya kemampuan memahami teks asli bertulisan mandarin dan kurangnya jumlah buku terjemahan tentang China yang berkualitas merupakan faktor utama yang menyebabkan belum diketahuinya perkembangan sosial politik dan budaya populer China oleh masyarakat Indonesia. Penelitian ini menggunakan kuisioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa terhadap topik-topik kajian utama mengenai negara dan masyarakat China. Analisis kuisioner tes awal menunjukkan bahwa penguasaan mahasiswa sebagai masyarakat Indonesia yang memiliki bidang peminatan pada kajian Sastra China masih memiliki pengetahuan yang tidak memadai mengenai aspek sosial, politik, dan budaya China yang sangat mendasar. Namun, pengetahuan mereka tentang masyarakat dan budaya China meningkat secara signifikan pada tes akhir, yaitu setelah mengikuti perkuliahan Negara dan Masyarakat China. Dengan demikian, pengetahuan tentang masyarakat dan budaya China sudah seharusnya terintegrasi dalam semua matakuliah dan menjadi kompetensi utama, tidak hanya mengejar keahlian berbahasa.