CINTA KELUARGA: REVOLUSI (1946-1949) DALAM IMAJINASI PRAMOEDYA ANANTA TOER
Abstract
Revolusi Indonesia (1946-1949) banyak digambarkan dalam suasana perang dan diplomasi. Dalam perang, suasana lebih banyak diwarnai oleh pertempuran antara orang-orang Indonesia dengan para tentara gabungan sekutu. Sementara dalam ruang diplomasi suasana perundingan diperankan oleh elit-elit di Jakarta. Yang hilang dari suasana seperti ini, adalah seperti apakah kondisi di tengah masyarakat (di) Indonesia, yang tidak ikut berperang dan tidak pula ikut berunding. Karya-karya Pramoedya Ananta Toer dalam bentuk novel dan cerita pendek berlatar revolusi menyajikan suasana berbeda, dibandingkan sekedar perang dan diplomasi. Keluarga selalu menjadi bagian penting yang mewarnai karya-karya tulis novel dan roman Pramoedya Ananta Toer. Lalu, apa makna keluarga dalam masa revolusi (di) Indonesia tersebut. Tulisan ini melihat suasana di tengah masyarakat selama revolusi berjalan dengan menganalisa novel yaitu Keluarga Gerilya dan roman Larasati. Keluarga merupakan unit paling kecil dalam satu masyarakat. Kajian Saya Sasaki Shiraishi menyebut bahwa konsep keluarga merupakan aspek penting dalam masyarakat Indonesia untuk mengakui seseorang sekaligus membedakan, meliyankan atau apapun istilah yang digunakan. Persoalan mengakui dan membedakan penting dalam periode revolusi karena persoalan si (apa) orang Indonesia itu merupakan sesuatu yang tidak jelas dan menjadi alasan terjadinya kekerasan terhadap seseorang atau satu kelompok. Sementara James T. Siegel menyebut bahwa keluarga dan Negara yang merupakan dua unit yang berbeda, menjadi satu dalam periode revolusi. Konsepsi ini akan digunakan dalam menganalisa novel dan roman karya Pramodya Ananta Toer selama periode revolusi, untuk memberi gambaran seperti apa suasana revolusi (di) Indonesia.