KERUKUNAN MASYARAKAT MULTIKULTUR DI DESA BANUROJA, GORONTALO

Abstract

Banuroja merupakan sebuah desa yang mempunyai keunikan dan paling khas dibandingkan desa-desa lainnya di Provinsi Gorontalo, bahkan di seluruh Indonesia. Penduduk Desa Banuroja berasal dari sembilan etnik yaitu Bali, Jawa, Sasak, Gorontalo, Sunda, Minahasa, Bugis, Betawi, dan Batak. Keragaman etnis menyebabkan penduduknya memeluk agama, Islam, Hindu, Kristen Protestan, dan Khatolik. Pada umumnya untuk ukuran suatu desa di Provinsi Gorontalo, Desa Banuroja termasuk masyarakatnya yang heterogen, dan menjadi wadah yang mempertemukan berbagai macam agama, etnik, dan budaya. Masyarakat Banuroja dengan komposisi agama dan kultur yang majemuk, menjadi sampel yang representatif untuk memahami masyarakat multikultur dalam membangun solidaritas.Kerukunan yang terbangun di Banuroja adalah kerukunan dan toleransi dari paradigma pluralisme. Masyarakat Banuroja menerima berbagai agama dan etnis dengan upaya menata keragaman dalam membina kerukunannya. Berdasarkan pembagian lima kategori multikulturalisme oleh Bikhu Parekh, maka masyarakat Banuroja termasuk kategori dalam multikulturalisme otonomis, yaitu masyarakat plural di mana kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima.Terdapat tiga faktor menjadi pendorong terbangunnya kerukunan umat beragama yaitu rasa persatuan dari berbagai agama dan suku dalam bentuk toleransi, para tokoh masyarakat baik dari tokoh agama maupun tokoh etnik dapat menjaga keseimbangan dan kesetaraan dalam kehidupan masyarakat, dan peran Pesantren Salafiyah Syafiiyah dalam menjaga kerukunan. Penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka, dalam rangka memahami kerukunan masyarakat Banuroja.