AJI UGI: PERGUMULAN ISLAM DENGAN TRADISI LOKAL DAN GAYA HIDUP DALAM MASYARAKAT BUGIS
Abstract
Haji adalah salah satu rukun Islam yang kelima. Umat Islam juga meyakini bahwa haji adalah ibadah yang pahalanya berlipat ganda. Tetapi dalam masyarakat Bugis haji bukan semata-mata praktik ibadah dan ritual untuk memenuhi rukun Islam yang kelima. Haji juga terkait dengan ritual lokal, penanda status sosial, bahkan juga kini menjadi bagian dari gaya hidup. Penelitian dengan metode kualitatif di salah satu daerah Bugis, yaitu di Segeri kabupaten Pangkajene Kepulauan, menemukan corak haji orang-orang Bugis yang telah mengalami perjumpaan antara ajaran Islam, tradisi lokal dan modernitas. Perjumpaan ini melahirkan corak haji yang unik, sebab diekspresikan dengan cara-cara lokal di satu sisi, sekaligus dipengaruhi modernitas di sisi yang lain. Dalam ekspresi semacam itulah ditemukan praktik yang disebut Haji Bawakaraeng, Haji Calabai (Haji Waria) dan Haji Pa’gaya (Haji yang suka bergaya). Tetapi di saat yang sama juga ditemukan Haji yang sarat dengan nuansa hikmah, misalnya haji sebagai were na pammase (Haji sebagai takdir dan Rahmat Tuhan) dan haji sebagai assenu-senungeng (ritual haji adalah simbol pengharapan terhadap hal yang baik). Keseluruhan praktik haji semacam itu mencerminkan sebuah praktik keberislaman ala Bugis, yang disebut dengan “Aji Ugi”. Aji Ugi ini menjadi semacam ekspresi Islam lokal yang sekaligus universal, Islam tradisional sekaligus modern.