Pemberdayaan Masyarakat sebagai Strategi Resolusi Konflik Sosial
Abstract
Pengelolaan konflik dalam tata kelola pemangku kepentingan (stakeholders) merupakan salah satu instrument penting yang menjamin keberlanjutan organisasi. Dalam konteks Pertamina Refinery Unit II Production Sungai Pakning sebagai salah satu perusahaan pengolahan minyak dan gas yang beroperasi di wilayah Bukit Batu, Bengkalis, Riau dengan karakteristik masyarakat pedesaan, pengelolaan konflik sosial menjadi krusial karena tidak hanya untuk menjaga kehandalan operasional pengolahan minyak dan gas namun juga keberlanjutan perusahaan baik dari sisi sosial, ekonomi dan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dalam kerangka tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) atau yang lebih dikenal denganCorporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu strategi dalam resolusi dan mitigasi konflik sosial. Keberadaan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat yang berada di sekitar wilayah operasional dijalankan secara partisipatif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan dan evaluasi sehingga mampu melibatkan peran aktif pemangku kepentingan, terutama masyarakat. Hasilnya, selama pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat dari tahun 2017 sampai dengan 2018, tidak hanya mampu meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat namun juga kecenderungan menurunnya jumlah kasus dan konflik sosial dengan masyarakat. Selain itu, pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang partisipatif juga mampu menjadi upaya mitigatif untuk mengelola hubungan dengan masyarakat dan pemangku kepentingan sebelum berakhir menjadi konflik sosial. Dampaknya secara keberlanjutan, hubungan sosial antara perusahaan dan masyarakat terbina dengan baik, kesejahteraan ekonomi masyarakat binaan meningkat, serta kualitas lingkungan hidup meningkat berkat adanya program pemberdayaan masyarakat.