Labelisasi Halal di Tengah Budaya Konsumsif
Abstract
Bisa dikatakan pasca Orde Baru adalah titik balik peran agama Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dimana sebelumnya masyarakat Muslim diyakini besar dalam jumlah namun minim peran dan pengaruhnya dalam masyarakat. Berbeda dengan saat ini, simbol keIslaman dapat dengan mudah ditemukan dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Beragam sektor kehidupan tersebut dikaitkan dengan simbol keIslaman seperti dibentuknya Peraturan Daerah (Perda) Syari’ah, Bank Syari’ah, adanya tren fashion Muslim serta komoditas konsumsi yang bernuansa Islami lainnya. Bangkitnya semangat keagamaan tersebut di atas disambut baik oleh Pemerintah dalam bentuk regulasi yaitu UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang mewajibkan penggunaan sertifikat halal bagi para produsen. Dampaknya, berbagai barang konsumsi berlomba menjadi pertama dalam kepemilikan sertifikat halal, seperti jilbab Zoya, minyak angin Fresh Care dan detergen Total. Sedangkan yang baru-baru ini kembali muncul sebagai produk yang bersertifikasi halal pertama adalah lemari es SHARP. UU JPH sendiri dibentuk untuk menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah dan menjalankan ajaran agamanya. Namun, regulasi tersebut justru mendatangkan tanda-tanda yang berlawanan yaitu semakin konsumtifnya masyarakat Muslim Indonesia dimana masyarakat Muslim seharusnya bersikap sederhana dalam mengonsumsi sesuatu. Paper ini akan menjelaskan konsumsi dalam Islam sehingga dapat ditarik benang merah bahwa regulasi produk halal tidak menjamin terciptanya masyarakat yang semakin Islami melainkan menjadi keuntungan bagi produsen untuk memasarkan produk-produknya. Kata Kunci: Konsumsi, Sertifikasi Halal, Regulasi