Indoctrinating Muslim Youths: Seeking Certainty Through An-Nabhanism
Abstract
This article discusses the Hizbut Tahrir Indonesia’s (HTI) mechanism and medium of indoctrination as well as their impact on young Muslims’ mind and behaviour. It argues that intensive halqa in HTI plays a crucial role in implanting An-Nabhani’s doctrines into prospective members as well as senior ones so that they can maintain their ideological uniformity and dedication to HTI. In such a traditional medium of teaching, members are not encouraged to use critical thinking but to adopt and implement the HT doctrines correctly as guided by one supervisor (mushrif/mushrifa). Furthermore, the article argues that Muslim youth, especially disaffected ones, are more vulnerable to join HTI since they are at the stage of seeking personal empowerment and identity, social bonds, and channels to express their discontent with life. It is the intersection of these aspects that make young educated people become re-born Muslims who find a ‘total’ Islamic identity and certainty in HTI.[Artikel ini membahas mekanisme dan medium indoktrinasi yang dilakukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) serta implikasinya terhadap cara pandang dan perilaku kalangan muda Muslim. Kegiatan h} alqa yang dilaksanakan berperan besar dalam menanamkan doktrin-doktrin An-Nabhani, baik terhadap calon anggota maupun kalangan senior. H{alqa merupakan cara efektif untuk mempertahankan keseragaman ideologi di kalangan mereka dan menumbuhkan kesetiaan terhadap HTI. Dalam h}alqa, peserta sama sekali tidak didorong –untuk tidak menyebut dilarang- berpikir kritis, melainkan dibuat agar mau mengadopsi dan menerapkan doktrin Hizbut Tahrir (HT) seperti diajarkan mushri>f/mushri>fa. Ditengarai bahwa kalangan muda Muslim, utamanya yang sedang dalam masa labil, lebih berpotensi untuk direkrut bergabung dalam HTI. Hal itu karena mereka sedang dalam masa trasisi guna memenukan identitas dan ikatan-ikatan sosial serta cara/metode dalam mengekspresikan kekecewaan mereka terhadap persoalan-persoalan duniawi. Pertemuan semua kegalauan tersebut pada gilirannya menjadikan kalangan terdidik muda Muslim menjadi ‘terlahir kembali’, mereka merasa menemukan identitas ‘Islam-kaffah’ dan kepastian dalam HTI.]