Metodologi Tafsir Darul Islam Fillah : Studi Atas Ayat-Ayat Kerasulan
Abstract
Dalam sejarah Islam, kaum muslimin sejak masa Nabi saw. hingga dewasa ini sepakat berpandangan bahwa kenabian dan atau kerasulan berakhir dengan kehadiran Nabi Muhammad saw. Berbeda halnya dengan Darul Islam Fillah, di mana mereka berpandangan bahwa kenabian belum berakhir, begitupun dengan kerasulan. Hal tersebut berdasar di dalam al-Qur’an tidak ditemukan kalimat khatam ar-rasul yang menyatakan bahwa rasul telah berakhir, sementara yang ditemukan hanyalah kalimat khatam an-nabiyyin yang dalam al-Qur’an kalimat tersebut hanya terdapat dalam satu ayat yaitu QS. al-Ahzab [33]: 40. Sedangkan kata khatam sendiri oleh mereka dimaknai dengan banyak arti, yaitu: stempel, cincin, penyempurna dan penutup. Pemaknaan khatam oleh Darul Islam Fillah tersebut tentu saja tidak sejalan dengan doktrin khatam an-nabiyyin yang disimpulkan dari ayat tersebut dan hadits-hadits yang derajatnya mencapai mutawatir, baik lafdzi maupun ma’nawi. Apalagi para pakar qira’ah yang tergabung dalam qira’ah sab’ah yang mutawatir, mayoritas mereka membacanya dengan kasrah (khatim an-nabiyyin), yang berarti penutup para nabi. Sehingga penafsiran kalimat khatam an-nabiyyin harus pula disesuaikan dengan qira’ah khatim an-nabiyyin, yang tidak menyisakan spekulasi pemaknaan khatam itu dengan stempel, cincin, penyempurna, dan lain sebagainya. Melakukan penafsiran dan menganalisa berbagai permasalahan dari al-Qur’an memang merupakan proses ilmiah yang sangat berat. Oleh karena itu, seorang mufassir harus memiliki kelengkapan ilmu, standar dan kriteria, serta parameter guna menjamin kebenaran penafsiran, dan metodologi yang benar guna mengukur tingkat akurasi penafsiran tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan al-Qur’an