KEWENANGAN DPR DALAM RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 13/PUU-XVI/2018
Abstract
ABSTRAKĀ Persoalan ratifikasi perjanjian internasional merupakan wilayah persentuhan antara hukum tata negara dengan hukum internasional. Pengaturan dan praktik perjanjian internasional di Indonesia mengalami perkembangan dengan terbitnya Putusan MK No. 13/PUU-XVI/2018 tentang Pengujian UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional terhadap UUD. Putusan tersebut telah menimbulkan perumusan hukum baru terhadap kriteria perjanjian yang memerlukan persetujuan DPR dan mekanisme ratifikasinya baik internal maupun eksternal. Hal ini ibarat pedang bermata dua, karena selain menyelesaikan problematika praktik ratifikasi yang terjadi selama ini, sekaligus juga membuka isu-isu hukum baru.Kata kunci : ratifikasi, perjanjian internasional, uji materiil, Mahkamah Konstitusi.ABSTRACTThe issue of ratification of international treaties is an area of conflict between constitutional law and international law. The regulation and practice of international treaties in Indonesia has progressed with the issuance of MK Decision No. 13 / PUU-XVI / 2018 concerning Testing Law No. 24 of 2000 concerning International Treaties on the Constitution. The decision has given rise to a new legal formulation of the agreement criteria which requires the approval of the DPR and its ratification mechanism both internal and external. This is like a double-edged sword, because in addition to solving the problem of the practice of ratification that has occurred so far, it also opens new legal issues.Keywords: ratification, international treaties, material review, Constitutional Court.