Pemerintahan Yang Baik dan Penyelesaian Konflik Lahan (Perkebunan) Yang Demokratis

Abstract

Demokrasi itu adalah kedaulatan berada sepenuhnya di tangan rakyat, dan kebebasan itu bukan berarti mayoritas bisa berkuasa serta boleh mengabaikan peraturan dan landasan utama pembentukan sebuah negara maupun wilayah. Indonesia sedang dalam proses tranformasi demokrasi sebagaimana dicita-citakan para pendirinya dalam konstitusi. Tak terelakkan lagi, diperlukan kemampuan dari para pekerja demokrasi untuk mencari varian demokrasi yang compatible dengan konteks yang dihadapi.Terlepas dari upaya untuk menemukan format demokrasi yang compatible bagi peyelenggaraan negara dan pemerintahan, sejatinya dalam UUPA yang merupakan implementasi amanat Pasal 33 UUD NKRI 1945 telah meletakkan konsep dasar pengaturan pemanfaatan lahan/tanah atas dasar sistem ekonomi kerakyatan, sebagai perwujudan demokrasi ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat diidentifikasi sebagai Politik Hukum Agraria, termasuk politik penyelesaian Konflik Lahan, termasuk bidang perkebunan. Berdasarkan UUPA yang menyatakan, bahwa hukum agraria nasional berdasarkan hukum adat, maka sejatinya pola pengelolaan dan pemanfaatan tanah pada level masyarakat yang terorganisir dalam kesatuan yang disebut “Masyarakat Hukum Adat” (misalnya “Marga” di Sumatera Selatan) telah menggambarkan bagaimana demokrasi lokal (Local Democracy) di praktekkan. Praktek demokrasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah pada masyarakat hukum adat seharusnya dapat menjadi bahan berharga dalam membentuk peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan, sekaligus sebagai bahan pembentukan instrumen hukum bagi penyelesaian konflik pertanahan.