PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)
Abstract
Wayang lemah merupakan salah satu kesenian asli Indonesia yang memiliki karakteristik tersendiri.Secara umum wayang lemahdipentaskan pada siang hari dengan bentuk pementasan yang sederhana tanpa menggunakan panggung khusus layaknya pementasan wayang-wayang kulit lainya. Dilihat dari segi fungsinya wayang lemah adalah termasuk kesenian (bebali) yakni sebagai pelengkap suatu upacara yadnya.Namun dalam prakteknya di Desa Pakraman Kengetan wayang lemah justru merupakan bagian dari upacara Caru Balik Sumpah yang dilaksanakan atau dengan kata lain adanya kesenjangan antara pemahaman masyarakat umun dengan krama Desa Pakraman Kengetan yang menganggap bahwa wayang lemah merupakan kesenian sakral (wali) yang memiliki fungsi yang sangat penting dalam upacara caruyang berlangsung .Hasil penelitian menunjukan bahwa, sistem religi dalam pementasan wayang lemah terdiri dari, Dasar Keyakinan Krama Desa Pakraman Kengetan, Prosesi Pementasan, Lakon, Tempat dan Waktu pementasan serta pelaku pementasan yang disebut mangkudalang. Prosesi pementasan terbagi menjadi empat tahap yakni prosesi pra-pementasan, prsesi awal, prosesi inti, dan prosesi akhir. Lakon yang digunakan dalam pementasan adalah “Bima Dadi Caru” . Selain itu untuk menunjang keberhasilan suatu pementasan dilengkapi dengan sarana upakara baik perlengkapan maupun sarana bebantenan seperti bantenDaksina Pemungkah, Peras, Canang Gantal, Pesucian,Tipat Kelanan, Daksina Gede, Lekesan dan Segehan Manca Warna. Dalam pementasan wayang lemah juga terkandung nilai-nilai pendidikan agama Hindu yakni Nilai Pendidikan Tattwa, Nilai Pendidikan Susila, dan Nilai Pendidikan Upacara.