Peran Perempuan dalam Tradisi Sunda Wiwitan

Abstract

Masyarakat suku Baduy sampai saat ini masih dianggap sebagai sebuah masyarakat yang primitif, tertinggal, tradisional, bahkan tidak beradab. Betulkah klaim semua itu layak disandang oleh mereka?. Menurut peneliti tentu tidak. Menurut pengamatan peneliti, masyarakat yang dianggap primitif tersebut ternyata memiliki keadaban yang sangat luar biasa. Salah satu diantaranya adalah terkait dengan makna saling bekerjasama dalam menjalani ritual keagamaan dalam tradisi Sunda Wiwitan Baduy. Mengamati model-model ritual keagamaan yang dilakukan suku Baduy sangatlah menarik. Banyak keunikan yang kita temui. Keunikan itu mulai terasa dari proses-proses yang dijalani. Keunikan itu penting untuk dipublikasikan sebagai khazanah keragaman budaya yang dimiliki Indonesia. Dengan penelitian etnografis ditemukan beberapa hal penting: Pertama, sampai saat ini, Orang Baduy masih menganggap tradisi yang mereka laksanakan adalah kewajiban yang bernilai sakral. Kedua, dalam kehidupan Orang Baduy, eksistensi perempuan dan laki-laki bukan untuk saling mendominasi, keduanya hidup untuk saling melengkapi. Ketiga, penghayatan makna ritual di atas, disebabkan oleh kepatuhannya dalam memegang peraturan adat. Masyarakat Baduy memahami bahwa aturan adat (pikukuh) merupakan warisan leluhur Baduy yang sakral dan harus dipatuhi sampai kapanpun. Kata Kunci: Baduy, Gender, Kearifan Lokal