Kehidupan Setelah Kematian

Abstract

Pemahaman yang mendalam tentang kandungan ayat al-Qur’an, bagi seorang mufasir mewajibkan memahami dengan baik serta mendalami ilmu-ilmu atau alat bantu yang berkaitan dengan dunia tafsir. Salah satu alat bantu dan ilmu yang harus dikuasai adalah ilmu asbab al-nuzul. Asbab al-nuzul merupakan piranti yang tidak boleh ditinggalkan dalam menafsirkan dan menakwilkan Qur’an. Dalam pandangan Abd al-Qadir Mansur, saat menafsirkan sebuah ayat, seorang mufasir harus benar-benar memperhatikan dengan seksama asbab al-nuzul dari sebuah ayat. Sebab dengan mengetahui asbab al-nuzul seorang mufasir dapat mengejawentahkan makna yang terkandung dari sebuah ayat dengan dalam serta mendekatkan penafsiran pada kebenaran. Oleh karenanya tak salah bila Sahiron Syamsuddin dalam tesisnya yang berjudul An Examination of Bint al-Shati’’s Methode of Interpreting the Qur’an mengatakan bahwa tiada perselisihan paham dalam urgensi ilmu asba>b al-nuzu>l bagi seorang mufasir saat melakukan interpretasi ayat Qur’an. Hal itu berguna ketika ada pertanyaan tentang bagaimana aplikasi sebuah ayat saat ditemukan ketidakpahaman pada tekstualitas ayat. Pada taraf yang lebih jauh, jika kita menelaah isi al-Qur’an maka akan ditemukan ayat-ayat al-Qur’an yang turun tanpa adanya asba>b nuzu>l-nya. Umumnya diketahui bahwa ayat yang turun tanpa asba>b al-nuzu>l adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan keimanan pada Allah, hari akhir, problematika tauhid, sifat surga dan neraka, cerita-cerita umat terdahulu, serta yang tak ketinggalan cerita sepak terjang para nabi-nabinya. Adapun asba>b al-nuzu>l menemukan perannya yang disignifikan pada tashri’ hukum halal-haram, perundang-undangan serta legal-formal aturan-aturan yang berkaitan dengan interaksi dalam beragama. Biasanya asba>b al-nuzu>l muncul oleh sebuah kejadian ataupun pertanyaan yang datang dari para sahabat Nabi. Kata kunci: Kehidupan, kematian, Ilmu Sabab Nuzul