IMPLEMENTASI PERCAMPURAN HARTA BERSAMA DAN HARTA BAWAAN DALAM PERKAWINAN (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama NOMOR : 0189/PDT.G/2017/PA.SMG)

Abstract

ABSTRAKPada lembaga perkawinan masyarakat dikenal adanya pencampuran harta perkawinan, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya percampuran harta bersama dan harta bawaan. Dalam hukum positif hanya mengatur mengenai harta bawaan dan harta bersama secara terpisah, tetapi tidak diatur mengenai percampuran harta bersama dan harta bawaan. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah ketentuan hukum mengenai percampuran harta bersama dan harta bawaan dalam perkawinan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan implementasinya dalam perkawinan setelah adanya perceraian pada putusan Pengadilan Agama Nomor : 0189/Pdt.G/2017/ PA.Smg.Untuk melakukan penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, sehingga data yang digunakan data sekunder. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan hukum mengenai percampuran harta bersama dan harta bawaan dalam perkawinan diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 1 huruf f KHI yang pada intinya menyatakan bahwa bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun, meskipun di dalamnya terdapat harta bawaan. Implementasi percampuran harta bersama dan harta bawaan dalam perkawinan setelah adanya perceraian pada putusan Pengadilan Agama Nomor : 0189/Pdt.G/2017/PA.Smg adalah dalam hal pembagian harta bersama pihak istri mendapatkan bagian lebih besar dari pihak suami yaitu ¾ bagian sedangkan suami ¼ bagian. Hal tersebut mencerminkan keadilan distributif dimana  hakim  memberikan jatah kepada setiap orang berdasarkan jasanya atau memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya berdasarkan kepada azas keseimbangan atau memberikan hak kepada setiap orang berdasarkan prestasinya atau memberikan penghargaan kepada pihak yang berprestasi atau melindungi pihak yang berprestasi (pihak yang kuat). ABSTRACTIn marriage institution, the society knows a mixing of marital property, there is possibility of mixing of marital and individual property. Positive law only regulates the possessions and joint property separately, but it is not regulated about the mixing of marital and individual property. The problem discussed in this research is legal provisions concerning the mixing of marital and individual property in marriage according to Law Number 1 Year 1974 and Compilation of Islamic Law (KHI) and its implementation in marriage after the divorce on Religious Court decision Number: 0189/Pdt.G/2017/PA.Smg.This research used normative juridical approach method, data used were secondary data. The technique of data collection was done through literature study while the data analysis technique was done by using qualitative analysis.The results showed that the legal provisions concerning the mixing of marital and individual property in marriage are regulated in Article 35 of Law Number 1 Year 1974 concerning Marriage and Article 1 letter f KHI which in essence states that the property acquired during marriage becomes joint property without the questioning the name of being registered on behalf of, even if there is individual property. The implementation of mixing of marital and individual property in marriage after divorce on Religious Court's decision Number: 0189/Pdt.G/2017/PA.Smg is in the case of division of property together the wife gets bigger part than the husband that is ¾ whereas husband is only ¼. It reflects distributive justice in which the judge gives each person a share according to his or her services, or gives each person her/his rights are based on the principle of equilibrium or entitles each person on the basis of his/her performance or rewards the achievers or protect the achiever (the strong party).