IMPLEMENTASI HAK ATAS AHLI WARIS ANAK KANDUNG NON MUSLIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM YANG BERLAKU DI INDONESIA
Abstract
IMPLEMENTASI HAK ATAS AHLI WARIS ANAK KANDUNG NON MUSLIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM YANG BERLAKU DI INDONESIA Kadi Sukarna dan Jevri Kurniawan Hambali Pasca Sarjana magister Ilmu Hukum Universitas Semarang ABSTRAK Hukum waris adalah salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Permasalahan tentang kewarisan yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan di kalangan praktisi maupun akademisi adalah berkaitan dengan pewarisan kepada anak kandung yang beragama non-Muslim atau murtad dari agama Islam. Di satu sisi jelas bahwa dalam Hukum Islam seorang pewaris Muslim tidak boleh mewarisi disebabkan oleh tiga halangan (hijab hirman bil washfi)[1] yaitu karena beda agama (termasuk murtad), membunuh dan hamba sahaya.[2] Sebagaimana dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991[3] yaitu Kompilasi Hukum Islam mengatur dalam Pasal 173 yang dimana pada intinya tidak mengatur agama sebagai penghalang untuk dapat mewarisi, namun dalam Pasal 171 huruf b dan c Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa pewaris dan ahli waris harus dalam keadaan beragama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa apabila salah satunya tidak beragama Islam maka mereka tidak bisa saling mewarisi. Dalam implementasinya, wasiat wajibah diambil dari tirkah bukan dari mauruts hingga tidak melanggar ketentuan nasikh-mansukh ayat wasiat oleh ayat waris dan demi kepentingan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Landasan hukum pemberian harta kepada non Muslim khususnya anak kandung dijelaskan sama sekali dalam yurisprudensi Mahkamah Agung bahkan diadopsi dalam kasus serupa oleh Pengadilan Agama, tetapi alasan hukum dipengaruhi oleh kepentingan kemaslahatan, keadilan, kemanusiaan dan keyakinan hakim untuk memutuskan. Dan pertimbangan hukum pemberian waris terhadap anak kandung non muslim tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Kata Kunci: Ahli Waris, Anak Kandung Non Muslim, Hukum Islam IMPLEMENTATION OF INHERITANCE RIGHT TO NON MUSLIM CHILDREN IN ISLAMIC LEGAL PERSPECTIVE APPLIED IN INDONESIA Kadi Sukarna and Jevri Kurniawan HambaliMagister of Law Science University of Semarang ABSTRACTThe law of inheritance is one part of the civil law as a whole and it is the smallest part of the family law. The question of inheritance which is still debated among practitioners and academics is related to the inheritance of a non-Muslim or apostate Islam. On the one hand, it is clear that in Islamic Law a Muslim heir may not inherit it caused by three obstacles (hijab hirman bil washfi). It is because of different religions (including apostasy), killing and servant (hamba sahaya). As in the Presidential Instruction of the Republic of Indonesia Number 1 of 1991 dated June 10, 1991 of the Compilation of Islamic Law regulates in Article 173 which in essence does not regulate religion as a barrier to inherit, but in Article 171 letter b and c Compilation of Islamic Law states that the heir and the heirs must be in an Islamic state. This indicates that if one of them is not Moslem, they cannot inherit each other. In the implementation, the mandatory shall be taken from tirkah not from mauruts until it does not violate the provisions of nasikh-mansukh verse of wills by the verse of inheritance and for the interests of justice, benefit and legal certainty. The legal basis for giving property to non-Muslim children, especially biological children, is fully explained in the jurisprudence of the Supreme Court even adopted in similar cases by the Religious Courts. However, the legal grounds are influenced by the benefit, and justice, humanity and judge's conviction to decide. Further, legal considerations of inheritance of non Muslim children are not contrary to Islamic values. Keywords: Heirs, Non-Muslim Children, Islamic Law