Transformasi NU di Indonesia: Upaya Menghilangkan Polemik di Tengah Perubahan Politik

Abstract

Abstract: This article looks at the power actors and the political elites, who always have a position, strategic and nominations in the course of the nation’s history, which often have the power to direct and designing the history of the nation. The emergence of a modernist discourse on Nahdlatul Ulama (NU) is very concerning. NU regarded as a political organization has no significant role to play down organizing political change and the substitution of elite political power actors directly. Because the domain of thinking than often become conservative, countrified, superstitious, think old-fashioned, opportunistic chameleon, inconsistent, corrupt, cultured syncretic and other. Internally, NU as experienced a ‘stagnation of thought’. At the same time, it has not yet found a vision regarding the role and contribution of NU to Indonesia in the global context. Nu as an organization that has abundant millennial generations, certainly has a very strategic role in the effort to create a golden Indonesia 2045. Efforts are needed to explore things in the tradition that can support transformation. NU must be able to concentrate itself on taking care of people's problems in the social, community, education, health, empowerment, economic, religious, politics, and so on, which may be more fundamental for the Indonesian people. Abstrak: Artikel ini membahas aktor-aktor kekuasaan dan elit politik, yang selalu memiliki posisi, strategis, dan nominasi dalam perjalanan sejarah bangsa, yang sering memiliki kekuatan untuk mengarahkan dan merancang sejarah bangsa. Munculnya wacana modernis mengenai Nahdlatul Ulama (NU) sagatlah miris. NU dianggap sebagai organisasi politik tidak mempunyai peran yang signifikan untuk turut mengatur perubahan politik dan pergantian aktor-aktor kekuasaan dan elit-elit politik secara langsung. Hal ini dikarenakan ranah berfikir yang sering menjadi konservatif, kampungan, percaya takhyul, berfikir kuno, oportunis, berwatak bunglon dan plin-plan, korup, berbudaya sinkretis, dan lainnya. Secara internal NU seperti mengalami ‘stagnasi pemikiran’. Pada saat yang sama, belum menemukan visi terkait bagaimana peran dan kontribusi NU terhadap Indonesia dalam konteks percaturan global. Nu sebagai organsasi yang memiliki generasi millennial berlimpah, tentu memiliki peran sangat strategis dalam upaya mewujudkan Indonesia emas 2045. Diperlukan ikhtiar untuk menggali hal-hal dalam tradisi yang bisa mendukung transformasi. NU harus mampu mengkonsentrasikan diri untuk mengurus persoalan-persolan umat di bidang sosial, masyarakat, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan, ekonomi, keagamaan, politik dan sebagainya, yang mungkin lebih fundamental bagi bangsa Indonesia.