Ethnic Identity, Institution, and Secession in Indonesia; Continuity and Change in The Achenes Rebellions

Abstract

Tulisan ini berusaha menjelaskan kemunculan dua phenomena yangberbeda dalam pergerakan kemerdekaan Aceh, Indonesia: 1)kemunculan gerakan pemberontakan Darul Islam pada tahun 1950an,dan 2) perkembangan Gerakan Aceh kemerdekan (GAM) pada tahun1980an hingga 1990an. Penulis berpandangan bahwa kekuatan utamayang menyebabkan dua perbedaan dalam periode pemberontakan yang berbeda tersebut adalah interaksi institusional yang mendesignide Negara bangsa dan peluang untuk untuk memobilisisi budayayang didapat oleh institusi yang lainnya. Dengan kata lain, gerakangerakankemerdekaandiAcehdibentukdandimediasiolehinstitusiinstitusiyang memanifes-tasikan diri sebagai insititusi politik danmemiliki dampak yang besar terhadap perkembangan sebuahidentitas etnik. Identitias tersebut dimobilisasi dan sekaligus untukklaim sebuah grup (Horowitz, 1985: 229-235). Para elit etnik, sebagaipimpinan dalam sebuah gerakan, bertindak sebagai agen untukmemperkuat mobilisasi politik dan mendefinisikan keinginan sebuahdaerah yang menjadi daerah basis budaya mereka. Isu yang terdapatdalam identitas etnik dan tantangan-tantangan institusi merupa-kanpermasalahan yang juga akan dibahas dalam tulisan ini. Khususnya,tentang apakah persamaan yang alami pada pondasi ideology yangdiwariskan dari satu ke gerakan pemberontakan lainnya padaperiode yang berbeda? Kenapa, contohnya, pem-berontakan pertamayang terjadi pada tahun 1950an berhubungan dengan gerakan DarulIslam lainnya di Republik ini?Lalu kenapa GAM pada tahun 1980anmengunakan dasar dasar etnik untuk pemberontakan politik mereka?Demikian juga, kenapa kedua gerakan pemberontakan tersebutmuncul dengan varian yang berbeda. Misalnya, Darul Islamdipimpin oleh para Ulama sedangkan GAM dipimpin oleh kelompokSekuler. Jawaban-jawaban untuk pertanyaan tersebut akan digalimelalui sejarah insititusi kedua gerakan perberontakan tersebut