THE PSYCHOLOGICAL EFFECT OF THE ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) TOWARDS HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT
Abstract
Sebagaimana kita ketahui bersama Masyarakat Ekonomi Asean (AEC) akan menjadi tujuan bersama untuk menyatupadukan negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada tahun 2015. Sungguhpun demikian negara negara tersebut memiliki beberapa karakteristik yang menjadi kunci untuk terciptanya Masyarakat Ekonomi Asean, diantaranya : (a) Pasar tunggal dan basis produksi (b) Tingginya tingkat persainagn di antara negara negara Asean tersebut. (c) Kawasan ini berpeluang besar untuk tumbuh sebagai pasar global. (d) Negara-negara Asean terintegrasi total dalam pasar global. Kerjasama yang dilakukan oleh Masyarakat Ekonomi Asean meliputi: pengembangan sumber daya manusia, pembangunan potensi diri, pengenalaan terhadap kualifikasi profesional, konsultasi yang intens terhadap kebijakan makro ekonomi dan kebijakan keuangan, pengukuranpengukuran keuangan, pengukuran neraca perdagangan, infrastruktur dan sebagainya. Melalui artikel ini diharapkan kita memahami bahwa, eksistensi Masyarakat Ekonomi Asean perlu dipandang memiliki nilai signifikan oleh steakholders (pemangku kepentingan); pengusaha nasional, pelaku ekonomi, dan utamanya oleh pihak pembuat kebijakan. Bahwa, kehadiran Masyarakat Ekonomi Asean identik dengan gagasan globalisasi yang senyatanya membangun ketidaksetaraan ekonomi ditengah-tengah masyarakat dunia. Di mana pemilik modal dalam hal ini adalah negara-negara dunia pertama (negara maju) memperluas pasarnya ke negara dunia ketiga atau miskin. Sementara negara miskin hanya menjadi pembeli atau pengguna produk negara kaya tersebut. Sehingga melahirkan ketimpangan ekonomi yang semmakin luas. Bukan itu saja, kehadiran Masyarakat Ekonomi Asean hendaknya tidak menjadi bentuk sikap inferioriti kompleks (baca : rendah diri) dan ketidak percayaan diri dari negara Asean, yang hanya berusaha “mengekor”terwujudnya Masyarakat Ekonomi Eropa.(MEE). Dengan bahasa sederhana kita perlu berkiprah untuk mewarnai keberadaan Masyarakat Ekonomi Asean dan bukan menjadi penonton pasif yang menanti perubahan. Pada masa yang sama kita perlu menjaga terjadinya konflik kepentingan yang akan merugikan kepentingan nasional Indonesia sebagai negara-bangsa (nation- state). Bagi para alumni perlu mempersiapkan diri lebih matang untuk bersaing, karena persaingan untuk memperoleh pekerjaan bukan hanya antar kota atau propinsi tetapi sudah melibatkan antar negara. Sehingga institusi pendidikan juga memiliki tanggungjawab moral untuk meningkatkan kualitas pendidikannya dengan memberi alumni tersebut bekal keterampilan yang bersifat life-skill (keterampilan hidup) dan soft-skill yang diharapkan mampu menjadi bekal mereka untuk memasuki dunia kerja.