PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS SEBAGAI BAHASA ASING BAGI PEMBELAJAR USIA DINI

Abstract

Penelitian ini secara umum dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai pemberian muatan  pembelajaran Bahasa Inggris bagi pembelajar Anak Usia Dini (AUD). Saat ini, urgensi pembelajaran Bahasa Inggris untuk AUD tengah menjadi buah bibir. Hal ini terjadi karena perbedaan pendapat yang besar diantara dua kutub teori yaitu teori behavioristik dan teori nativistik. Di satu sisi, kaum behavioristik seperti B.F. Skinner yang mengatakan bahwa bahasa dipelajari melalui sebuah proses pengkondisian dengan memberikan penguatan dan peniruan.  Teori ini meyakini bahwa setiap anak ketika dilahirkan tidak memiliki kemampuan bawaan untuk menguasai atau memahami suatu struktur linguistik tertentu. Di sisi lain, menurut teori nativistik yang dipelopori Noah Chomksy meyakini bahwa semua anak sejak dilahirkan telah memiliki kemampuan bahasa yang dikenalkan dengan Language Acquation Device (yang diartikan oleh Darjowidjoyo sebagai Piranti Pemerolehan Bahasa) yang memungkinkan anak untuk memperoleh bahasa dan memproduksi sebuah kalimat yang terdiri dari kata-kata yang telah diperolehnya. Melihat terjadinya perbedaan mencolok dari dua kutub teori tersebut, mendorong peneliti untuk mengadakan sebuah studi di TK Visi Insan Cendekia (VIC) Kota Serang dengan cara mengobservasi kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan pendekatan deskriptif-analitis. Untuk memperoleh data yang valid, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data seperti wawancara, analisis dokumen RPPH yang dibuat oleh guru, dan observasi kelas ketika pemberian muatan Bahasa Inggris kepada AUD. Hasil akhir dari studi ini mengungkapkan bahwa pemberian muatan bahasa inggris bagi siswa TK VIC dilakukan dengan cara menyisipkan ujaran-ujaran atau kosa kata Bahasa Inggris dalam proses pembelajaran dan proses interaksi di sekolah yang dikaitkan dengan tema belajar setiap hari. Hal ini mendukung teori pemerolehan bahasa yang dikemukana oleh Chomsky yang mengatakan bahwa pemerolehan bahasa kedua (L2/Second Language) seyognyanya dilakukan sebagaimana bahasa pertama (L1/First Language) diperoleh, yaitu dengan cara seilmiah mungkin dengan menggunakan ujaran sederhana yang sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari.