PENAFSIRAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG CAMBUK

Abstract

Kajian ini memfokuskan pada tafsir ayat-ayat Al-Qur’an tentang cambuk menurut dua mufasir Aceh, yaitu Abdurrauf dalam tafsir Tarjum?n al-Mustaf?d dan Hasbi dalam tafsir an-Nur. Melalui pendekatan hermeneutika Gadamer, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penafsiran Abdurrauf dan Hasbi masing-masing diwarnai oleh kondisi sosial masyarakat yang mengitarinya. Seorang mufasir tidak bisa terlepas dari pemahaman-pemahaman yang dimiliki sebelumnya, baik dari pengetahuannya maupun kondisi sosial tempat ia hidup. Abdurrauf menggunakan istilah “dera” dalam menafsirkan kata jild, sedangkan Hasbi menggunakan istilah “cambuk” yang masing-masing digunakan pada masanya. Selain itu, menurut Abdurrauf, hukuman bagi pezina yang berstatus budak adalah setengah dari perempuan merdeka, yakni dicambuk 50 kali dan diasingkan selama setengah tahun. Sedangkan menurut Hasbi hanya dicambuk 50 kali tanpa pengasingan. Selain itu, Abdurrauf tidak menafsirkan kata ??’ifah dan mu??anat ke dalam bahasa Melayu, melainkan menyerap secara langsung dari bahasa Al-Qur’an. Key words: Hermeneutik, Abdurrauf Al-Singkili, Aceh, Hukum Cambuk, Tarjuma>n al-Mustafi>d.