PANDANGAN TUAN GURU TENTANG ANAK SEBAGAI MAHKŪM `ALAIH DALAM AKAD MUAMALAH KONTEMPORER DI KOTA MATARAM

Abstract

Kesenjangan pendapat jumhur fuqaha mengenai status anak sebagai mahkum ‘alaih dapat membuka pintu ijtihad bagi para ulama untuk memberikan statmen yang relevan agar umat tidak menjadi resah. Termasuk Tuan Guru di Kota Mataram yang hidup di tengah membeludaknya praktik bisnis dengan menggunakan alat teknologi yang mendukung transaksi muamalah kontemporer. Hal ini menjadi tugas berat mereka untuk ambil bagian dalam menyelesaikan persoalan ini. Meskipun mayoritas Tuan Guru itu lazim menyelesaikan persoalan hukum dengan berpatokan pada stetmen ulama mazhab dahulu. Bahkan sebagian besar dari mereka sangat tekstual dalam menetapkan persoalan keagamaan apalagi persoalan fiqhiyah lazim bertaklid terhadap mazhab yang dikumandangkan oleh Imam Syafi`'I, Hanafi, Hanbali, dan Maliki. Tetapi perkembangan pemikiran Tuan Guru seperti sampel yang telah disebutkan di atas menjadi sangat tidak wajar bahkan terjadi kesenjangan berat terhadap ketetapan usia 18 sampai 19 tahun dengan realitas nyata. Tulisan ini akan mencoba mengkaji dan menganalisis sekaligus tentang sejauh mana pandangan Tuan Guru tentang anak sebagai mahkūm `alaih dalam transaksi muamalah kontemporer di Kota Mataram.