“HADITS” DALAM PERSPEKTIF SUNNI DAN SYIAH: SEBUAH PERBANDINGAN
Abstract
Secara epistemologis, hadits dipandang oleh mayoritas umat Islam sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an. Sebab ia merupakan bayan (penjelas), terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih mujmal (global), ‘am (umum) dan yang mutlaq (tanpa batasan). Bahkan secara mandiri hadits dapat berfungsi sebagai penetap (muqarrir) suatu hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Qur’an. Fungsi-fungsi hadits tersebut diatas harusnya menjadikan keberadaannya tidak dapat diingkari. Kedua kelompok sepakat bahwa hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Quran. Hanya saja masing-masing berbeda dalam menerima hadits yang dapat dijadikan hujjah atau sumber hukum. Hal ini bersumber pada perbedaan mengenai ke-’adalah-an sahabat. Kaum sunni berpandangan bahwa semua sahabat adalah adil. Sehingga hadits yang diriwayatkan daoat diterima dan dijadikan hujjah oleh ummat Islam. Sedangkan kaum Syiah (Syiah Imamiah) berpandangan bahwa persahabatan dengan Nabi tidak dapat menjamin seseorang menjadi baik dan dan jujur. Sehingga memerlukan penelitian yang mendalam terhadap keadaan sahabat tersebut. Namun sebagian besar golongan Syiah, di antaranya golongan Ja’fariyah tidak menerima hadits selain dari para imam mereka. Mereka menganggap bahwa para sahabat adalah orang-orang yang fasik, (terutama yang dianggap menentang Ali) bahkan sebagian mengkafirkan.