KONTEKS TUGASDAN EKSPEKTASI KINERJA KONSELORPENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF HISTORIS-YURIDIS-NORMATIF

Abstract

Keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor di seting pendidikan sebagai bagian integral dalam sistem pendidikan, sesuai dengan apa yang diamanatkan UU Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 tentang sistem pendidikan nasional. Diskursus bimbingan dan konseling di Indonesia mulai berkembang pada tahun 1960-an. Perkembangan tersebut berawal dari seting pendidikan, kemudian meluas pada lembaga-lembaga sosial dan organisasi swasta. Hal ini menjadi perbedaaan mendasar jika dibandingkan dengan sejarah kemunculan bimbingan dan konseling di Amerika. Pertumbuhan bimbingan dan konseling di Amerika berawal dari usaha Frank Parson dalam memfasilitasi pemuda Amerika untuk menggali potensi dan menyediakan layanan informasi vokasional (karir) yang berkembang akibat dari revolusi industri. Keberhasilan kinerja Frank Parson kemudian mengilhami pemerintah Amerika untuk memasukkan layanan bimbingan dan konseling ke dalam seting pendidikan. Jesse B. Davis adalah pelopor yang mengembangkan layanan bimbingan dan konseling ke ranah pendidikan. Dalam konteks Indonesia peran penting konselor dalam mensuport perkembangan, prestasi peserta didik, dan mempersiapkan kesuksesan di bidang karir, hal ini terbukti dengan semakin meluasnya peran konselor dalam dunia pendidikan. Misalnya, kurikulum 2013 yang mengamanatkan program peminatan yang harus diampu oleh konselor. Selain itu, lembaga-lembaga dinas sosial, dan organisasi swasta juga memberikan kepercayaan kepada konselor untuk dapat memberikan pelayanan. Terbukti secara mendadak kebutuhan konselor semakin meningkat tidak hanya pada seting pendidikan, akan tetapi di tempat-tempat rehabilitasi dan lembaga-lembaga lainnya. Kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud seperti konselor pendidikan, konselor anak usia dini, konselor krisis, dan konselor lansia