EFEKTIVITAS PEMBAGIAN HARTA GONO - GINI PASCA PERCERAIAN DALAM PERSFEKTIF YURIDIS SOSIOLOGIS

Abstract

Istilah Gono Gini  yang dikenal oleh budaya atau adat yang berkembang di Indonesia adalah harta bersama, Harta Gono Gini  merupakan hasil harta bersama yang dimiliki oleh pasangan yang sudah menikah. Kompilasi Hukum Islam Pasal 85 menegaskan “adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemugkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri” dan Pasal 86 sebagai berikut: a) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan. b) Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya. Pasal 97 Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Sedangkan di dalam UUD No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 35 di atur. a. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan, menjadi harta bersama. b. Harta bawaan dan masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa bila perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Jika dicermati Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 85 dan 97 tentang Harta Bersama tidak memberikan keseragaman  Hukum Islam dalam  penyelesaian Harta bersama apabila terjadi perceraian. lalu, UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 Pasal 37, Jika dicermati juga maka Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan dan penjelasannya, tidak memberikan keseragaman hukum positif tentang bagaimana penyelesaian harta bersama apabila terjadi perceraian, hal ini tentu menjadi problem sosial hukum. jika penyelsaian dan penetapan Harta bersama tersebut tidak efektif  dan  adil dalam pembagiannya. Maka, rentan konflik antara pasangan suami istri kemungkinan bisa terjadi.