IMPLEMENTASI WAKALAH DALAM SIGHAT QABUL PERNIKAHAN (Analisis Pasal 29 Kompilasi Hukum Islam)
Abstract
Perwakilan kuasa (wakalah) sudah lazim dipraktikkan dalam akad muamalah seperti jual beli, pinjam-meminjam, gadai, shadaqah dan lain sebagainya. Demikian juga dalam hal yang berkaitan dengan ibadah, wakalah diperbolehkan dalam berbagai hal seperti haji, zakat, kurban dan juga pernikahan. Pernikahan yang sighat qabul seharusnya diucapkan sendiri oleh calon pengantin pria, namun dalam Islam diperbolehkan bahkan diatur dalam Undang-undang perkawinan Islam dalam pasal 29 Kompilasi Hukum Islam memunculkan sebuah pertanyaan mengapa bisa demikian? Sehingga diperlukan telaah yang lebih mendalam terhadap kebolehan perwakilan dalam sighat qabul pernikahan tersebut. Metode yang digunakan dalam telaah artikel ini adalah metode kepustakaan (library research) yang diambil dari sumber-sumber yang berkaitan dengan topic artikel ini. Hasil yang didapat dari telaah pustaka ini menunjukkan bahwa kebolehan untuk mewakilkan sighat qabul pernikahan dapat dilakukan hanya jika calon pengantin pria dalam keadaan yang tidak bisa mengucapkan sighat qabul (dharuriyah) dan sudah mendapat persetujuan dari pihak calon pengantin perempuan untuk mewakilkan sigat qabul tersebut untuk menghindari penyalahgunaan terhadap kuasa yang diberikan tersebut.