KONSEP KEPEMILIKAN EMAS MELALUI PRODUK ARISAN EMAS DI PEGADAIAN SYARIAH (ANALISIS HUKUM EKONOMI SYARIAH)
Abstract
Seiring dengan perkembangan ekonomi dan semakin kompleksnya kegiatan ekonomi di masyarakat. Pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan pun semakin pesat. Bukan hanya terlihat pada lembaga keuangan bank, tetapi juga lembaga keuangan non-bank. Salah satunya adalah lembaga pegadaian. Pegadaian mulai gencar menawarkan produk arisan emas kepada masyarakat melalui program "Arisan Logam Mulia". Investasi tersebut dijalankan dengan mekanisme arisan, dalam upaya mengajak masyarakat untuk memiliki logam mulia dengan cara yang lebih mudah. Dalam praktek arisan emas, akan berakhir dengan kepemilikan terhadap suatu objek yaitu emas. Kepemilikan itu diperoleh melalui suatu akad yaitu jual beli. Akad ini dimaksudkan agar transaksi tersebut sesuai syariah dan terhindar dari riba, gharar, dan maisir. Adapun terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai hukum jual beli emas secara angsuran. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang praktek dan model akad pada produk arisan emas di pegadaian syariah. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktek arisan emas di Pegadaian Syariah dan menganalisis hukum ekonomi syariah tentang akad dalam produk arisan emas. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dan pendekatan yang dilakukan bersifat kualitatif. Hasil penelitian ini adalah mekanisme arisan emas di Pegadaian Syariah sama seperti arisan pada umumnya, yaitu dengan cara mengumpulkan sejumlah uang tertentu secara berkala dalam satu kelompok, kemudian melakukan pengundian untuk menentukan giliran penerima emas secara berkala. Akad yang terdapat dalam arisan emas yaitu: (1) Qardh, (2) Murabahah, dan (3) Rahn. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.77/DSN-MUI/V/2010 Tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, dengan jelas menyatakan bahwa jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah, hukumnya boleh (mubah, ja’iz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang).