PERANAN FIKIH MUAMALAH DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA

Abstract

The development of sharia financial institutions is growing rapidly in Indonesia, such as sharia banking, sharia insurance, capital market with its bonds and shariah mutual funds, sharia pawnshops, sharia pension funds, shariah micro finance institutions, and others. The huge number of Indonesian people who work in sharia economics, it is very possible the legal disputes in the field of Islamic economics occure. In the contracts of sharia financial institutions, it is also known as the principle of consensualism in which the contract is said that there will be a contract if there has been an agreement or willingness of agreement between the parties who make the contract. As contained in the treaty law, it is recognize as the open system including the choice of law by the parties to be enacted in the agreement and settlement of disputes if disputes arise among them and completed it in settled arbitration. On the choice of this law, the parties must have agreed before signing the agreement or right at the moment of the resolve the dispute. For the settlement of the dispute, the legality of the Fiqih muamalah as the basis in solving the dispute sharia economy can be seen from two points of view, the use of Fiqih muamalah bound to a particular school, and the use of Fiqih muamalah which is unbound to the particular school. Perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah tumbuh pesat di Indonesia, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal dengan instrumennya obligasi dan reksadana syariah, pegadaian syariah, dana pensiun syariah, lembaga keuangan mikro syariah, dan lainnya. Dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang beraktivitas dalam ekonomi syariah, maka sangat dimungkinkan terjadinya sengketa hukum di bidang ekonomi syariah. Dalam kontrak lembaga keuangan syari’ah dikenal juga dengan asas konsensualisme (the principle of consensualism), dimana kontrak dikatakan lahir jika telah ada kata sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana yang termuat dalam hukum perjanjian kita kenal adanya istilah sistem terbuka termasuk didalamnya mengenai pilihan hukum oleh para pihak yang akan diberlakukan dalam perjanjian dan penyelesaian perselisihan sengketanya jika di antara mereka terjadi persengketaan dan diselesaikan secara arbitrase. Tentang pilihan hukum ini para pihak harus sudah sepakat sebelum penandatanganan perjanjian atau pada saat terjadinya kesepakatan untuk menyelesaikan sengketanya. Untuk penyelesaian sengketa tersebut maka dibutuhkan legalitas penggunaan fikih muamalah sebagai dasar dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah dapat dilihat dari dua sudut pandang yakni, penggunaan fikih muamalah yang terikat dengan mazhab tertentu dan penggunaan fikih muamalah yang tidak terikat dengan mazhab tertentu.