UPACARA PENGUBURAN PADA MASYARAKAT HINDU KAHARINGAN DI DESA TEWANG TAMPANG KABUPATEN KATINGAN (PERSPEKTIF HUKUM HINDU)

Abstract

Kematian menurut pandangan hukum agama Hindu Kaharingan merupakan sesuatu yang sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa/Ranying hatalla, dalam ajarannya tertulis pada Kitab Suci Panaturan Pasal 32 berbunyi “Ranying Hatalla Memberitahukan Kepada Raja Bunu Bagaimana tata cara mereka kembali kepada-Nya. Ayat 7 menyatakan sesungguhnya segala yang ada itu adalah berawal dari-KU, demikian pula manusia ada nafasnya ada rohnya, ada kurnia matanya, dagingnya, darahnya, kulitnya, tulang dan uratnya, nanti ia bisa kembali kepada-KU, kalau ia kembali melalui jalannya ia datang dari AKU.” (Tim Penyusun, 2013:98) Sedangkan di dalam ajaran Hindu, manusia dan juga benda-benda fisik lainnya di alam semesta, terdiri dari lima unsur dasar, atau yang disebut dengan Panca Maha Bhuta, yaitu unsur air, api, angin, tanah, danakasa (hampa udara/ruang kosong). Apabila seseorang meninggal dunia, maka unsur-unsur penyusun tubuhnya kembali ke unsur-unsur dasar tersebut. Kematian seseorang menimbulkan kewajiban bagi orang-orang yang masih hidup untuk melakukan serangkaian upacara untuk memperlakukan jenazah, yang mana tujuannya adalah agar badan jasmaninya dapat segera dikembalikan ke unsur Panca Maha Bhuta dan atmannya dapat segera bersih dan kembali kepada Tuhan. Upacara kematian pada masyarakat Hindu Kaharingan di Desa Tewang Tampang Kabupaten Katingan dilakukan dengan beberapa upacara mulai dari perawatan jenazah, pembuatan peti jenazah tidak bisa sembarangan harus sesuai petunjuk dan sebelum berangkat penguburan dilakukan upacara Nawekas sebagai salah satu syarat dalam rentetan upacara penguburan.