ASUMSI DASAR TEORI KOGNITIF, BEHAVIORISTIK DAN HUMANISTIK
Abstract
Perkembangan kognitif berhubungan dengan kecerdasan dan pengetahuan. Kecerdasan dan pengetahuan bukan kuantitas atau sesuatu hal yang statis. Kecerdasaan adalah aktif, dinamis dan senantiasa berubah sedangakan pengetahuan adalah mengetahui dan ia adalah sebuah proses yang diciptakan melalui aktivitas pemelajar (Gredler, 2011:325). Hal ini dapat dikatakan bahwa kecerdasan dan pengetahuan seseorang selalu berubah melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Dengan demikian interaksi dengan lingkungan sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kecerdasan dan pengetahuan individu. Selain itu, Individu dalam menentukan perkembangan kognitifnya dipengaruhi oleh faktor esensial. Faktor esensial itu adalah lingkungan fisik, kematangan, pengaruh sosial, dan proses yang disebut sebagai penyeimbang. Teori belajar behavioristik ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini. Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk berkembang, untuk lebih baik, dan juga belajar. Jadi sekoah harus berhati-hati supaya tidak membunuh naluri dengan memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Jadi bukan hal yang benar apabila anak dipaksa untuk belajar sesuatu sebelum mereka siap secara fisiologis dan juga punya keinginan. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi, bukan sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.