KEBIJAKAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS (STUDI KOMPARASI DI SD DAN MI DI YOGYAKARTA)

Abstract

Tulisan  ini mengkaji tentang Implementasi Kebijakan Pendidikan Dasar Gratis di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) baik yang negeri maupun yang swasta di Yogyakarta. Secara normatif dasar penyelenggaraan pendidikan dasar gratis ini telah diatur dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (2), UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 34 ayat (2), PP No. 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar dan PP No. 48 Tahun 2008 tentang pendanaan pendidikan. Alasan utama Pendidikan dasar gratis ini dilakukan oleh pemerintah adalah masih banyak jumlah siswa putus sekolah di SD/MI dan SMP/MTs, pemerataan pendidikan dan persebaran tenaga pendidik tidak merata. Akan tetapi dalam implementasinya, pihak sekolah/Madrasah masih memungut anggaran secara terselubung yang membebani orang tua siswa (tidak gratis). Hal itu dilakukan karena pihak sekolah sesungguhnya “tidak setuju” dengan pendidikan gratis karena menurut mereka semua pembiayaan itu harus ditanggung oleh Negara baik yang negeri maupun swasta dari dana Investasi, Personal dan operasional. Sementara yang yang dialokasikan gratis itu hanya biaya operasional Sekolah (BOS), itupun hanya 22% dari kebutuhan operasional siswa selama 1 tahun.Bahkan pendidikan dasar gratis ini telah memunculkan persoalan baru dalam dunia pendidikan diantaranya muncul keresahan pada kepala sekolah dan guru karena mereka harus diberi tugas tambahan untuk menyusun laporan, perlakuan tidak adil dalam dunia pendidikan, semangat kerja menurun, ruang gerak dibatasi oleh regulasi, pelayanan minimal terhadap siswa, motivasi belajar siswa menurun, dan pembelajaran hanya untuk mengejar target sehingga menciptakan siswa menjadi “robot” bukan siswa yang berkarakter dan menemukan sesuatu. Hal itu dikarenakan oleh kebijakan pemerintah yang dipaksakan dengan regulasi (aturan yang mengekang) demi sebuah pencitraan.Untuk itu perlu dimaknai ulang pendidikan dasar gratis secara jelas. Karena pendididikan dasar gratis menurut versi pemerintah hanyalah Bantuan Opersional Sekolah (BOS). Padahal pembiayaan pendidikan bukan hanya urusan biaya operasional saja, tetapi juga menyangkut biaya personal (gaji guru) dan biaya investasi (pembangunan tempat belajar). Istilah “gratis” apakah peserta didik tanpa dibebani dengan biaya apapun, tidak hanya SPP yang gratis, tetapi seluruh biaya investasi, personal dan operasional harus digratiskan. Ataukah tidak dipungut biaya untuk komponen tertentu, tetapi komponen lain tetap harus bayar dengan istilah “sekolah bersubsidi”, agar tidak melambung harapan masyarakat.