Strategi dan Fungsi Linguistik Kekuasaan dalam Naskah Babad Lombok
Abstract
Periode lahirnya naskah babad di Jawa dan Bali sekitar abad ke-18, tetapi lebih banyak ditulis sekitar abad ke-19. Pada masa-masa tersebut, Lombok berada di bawah kekuasaan Bali. Kekuasaan Bali di Lombok bahkan telah terjadi sejak abad sebelumnya, yakni akhir abad ke-17 dan bertahan hingga akhir abad ke-19. Tradisi babad berkembang juga di Lombok. Salah satu di antaranya adalah Naskah Babad Lombok. Di antara Naskah Babad Lombok, salah satunya sudah ditransliterasi dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Lalu Gde Suparman. Naskah hasil transliterasi dan terjemahan ini akan menjadi objek dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan wacana sejarah. Penelitian ini menghasilkan strategi dan fungsi linguistik kekuasaan dalam naskah Babad sebagai berikut. Pertama, dengan membangun garis generasi elit Lombok dengan Nabi Nuh. Kedua, dengan pencitraan negatif garis generasi terakhir penguasa Pejanggik dan Selaparang. Ketiga, munculnya Mitos Arya Banjar Getas sebagai pemegang “wahyu kekuasaan” terakhir di Lombok dari Generasi Majapahit. Fungsi kekuasaan di dalam Naskah Babad Lombok sebagai berikut. Pertama, untuk membangun legitimasi kekuasaan dengan simbol raja sebagai pusat kekuasaan dan kosmos. Kedua, sebagai dasar legitimasi sosial politik atas pemberontakan dan penggulingan kekuasaan yang dilakukan oleh Arya Banjar Getas terhadap Raja Pejanggik dan Selaparang; berikutnya adalah usaha elit Lombok untuk menjaga status sosial yang telah menempatkan mereka pada kedudukan politik yang lebih tinggi dari masyarakat pada umumnya. Ketiga, sebagai wacana perlawanan untuk menempatkan elit Politik Lombok dan Bali sejajar secara politik; berikutnya adalah sebagai bentuk perlawanan untuk menunjukkan tingkat status sosial mereka sebagai kelompok arya.