PUISI “ODE TO PUBIC HAIR” KARYA GWERFUL MECHAIN DAN PUISI “AKU MENCINTAIMU DENGAN SELURUH JEMBUTKU” KARYA SAUT SITUMORANG: SEBUAH TELAAH BANDINGAN

Abstract

Penelitian ini mencoba membandingkan puisi “Ode to Pubic Hair” karya Gwerful Mechaindan“ Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu” karya Saut Situmorang dalam kerangka postmodernisme. Dua puisi tersebut dipilih karena keduanya unik, yakni memasukkan diksi “jembut” dan imajinasi seks dalam karya puisi. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan sastra bandingan Sussan Bassnet, pendekatan pragmatisme puisi Vahid dkk., dan beberapa pendekatan postmodernisme Pilliang dan Craig Calhoun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Puisi “Ode to Pubic Hair” dan “Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu”sama-samamengungkap tiga idiom postmodernisme, yakni parodi, camp, dan skizofrenia. Idiom-idiom tersebut digunakan untuk menyatakan maksud penyair, yakni mengungkap imajinasi seks walaupun terdapat sedikit perbedaan yang mana Mechain mengimajinasikan coitus (yakni persenggamaan genetalia pria dan wanita) dan cunnilingus (aktivitas seksual dengan menjilat organ seksual wanita untuk memberikan kesenangan dan kenikmatan), sedangkan Saut mengimajinasikan seks oral fellatio (aktivitas seksual mengulum atau menjilat genetalia pria untuk memberikan kesenangan dan kenikmatan). Dari kedua imajinasi seks yang mereka pilih, Mechain mengungkap pemberontakan terhadap gejala sosial masyarakat patriarki dan ketatnya pengaruh gereja. Saut dengan imajinasi fellatio memperkukuh eksistensi patriarki. Dalam hal eksistensi dalam dunia sastra, Mechain mengungkap esensi perjuangan kesamaan hak atas kenikmatan seks dan wanita sebagai pengendali seks pria (feminisme eksistensialis), Saut mengungkap pemberontakan terhadap kaidah dan norma sastra modern sekaligus mengukuhkan alat eksistensi diri yang membedakannya dengan penyair-penyair lain. The research attempted to compare two poems, "Ode to Pubic Hair" by Gwerful Mechain and "Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu" by Saut Situmorang, in a postmodernism framework. The two poems wereselected because of the uniqueness of theirs, both poems presented the diction of "pubic hair" and sexual imagination. The research applied Sussan Bassnet’s comparative literary approach, Vahid’s pragmatics approach to poetry analysis, and postmodern approaches of Pilliang’s and Craig Calhoun’s. The results of the study indicated that both poems revealed three postmodernism idioms, namely parody, camp, and schizophrenia. Those presented idioms expressedpotentialmotives of the poets’, namely to uncover the sexual imagination although there was a little difference in which Mechain imagined coitus (physical union of male and female genetalia) and cunnilingus (sexual activity of moving the tongue across the female sex organs in order to give pleasure and excitement), while Saut imagined fellatio (the sexual activity of sucking or moving the tongue across the penis in order to give pleasure and excitement). Of the two sexual imaginations they selected, Mechain revealed an uprising against the social phenomena in patriarchal society and the strict church’s influence. Saut, with his fellatio imagination, reinforced the existence of patriarchal values. In terms of their existence in world literature, Mechain revealed the essence of the equal rights struggle for sexual enjoyment and women as male’s sexual controller (existentialist feminism), Saut revealeda rebellion against rules and norms of modern literature as well as establishing his self-existence that distinguishedhim among poets.