BUGIS DI KERAJAAN MELAYU: EKSISTENSI ORANG BUGIS DALAM PEMERINTAHAN KERAJAAN JOHOR-RIAU-LINGGA-PAHANG

Abstract

Kondisi geografis Semenanjung Melayu sebagai lalu lintas perdagangan kawasan Asia bagian Tenggara membuat daerah ini menjadi tujuan pelayaran dari berbagai etnis di Nusantara maupun dari belahan dunia lain, termasuk Orang Bugis yang berasal dari daratan Sulawesi bagian selatan. Dalam perkembangannya, selain untuk mencari penghidupan, lambat laun mereka mulai masuk ke dalam struktur pemerintahan Kerajaan Johor-Riau-Lingga-pahang. Kehadiran orang Bugis dalam struktur pemerintahan tersebut mengalami dinamika tersendiri terhadap kerajaan yang kelak berubah nama menjadi Kerajaan Riau Lingga. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan fokus pada dinamika politik dan eksistensi orang Bugis dalam Kerajaan Melayu pada rentang abad ke-17 hingga 18. Selain merubah struktuur pemerintahan, posisi sebagai Yang Dipertuan Muda yang dijabat keturunan juga membawa perubahan terhadap perkembangan kerajaan tersebut. Sekalipun demikian, Yang Dipertuan Muda juga harus menghadapi konflik internal dalam kerajaan akibat dominasi mereka dalam usrusan pemerintahan. The geographical conditions of the Malay Peninsula as the trade traffic in the Southeast Asian region make this area a destination for shipping from various ethnic groups in the archipelago as well as from other parts of the world, including the Bugis people from the southern Sulawesi mainland. In its development, in addition to make a living, they gradually begin to join the government structure of the Johor-Riau-Lingga-Pahang Kingdom.  Bugis existence in the government structure experiences its own dynamics towards the kingdom which later changes its name to the Kingdom of Riau Lingga. This research is a historical study with a focus on the political dynamics and the existence of Bugis in the Malay Kingdom in the 17th to 18th century. Besides changing the structure of government, the position as the Crown Prince, which was held by descendants also gives changes to the development of the kingdom. Even so, the Crown Prince must face internal conflicts in the kingdom due to their dominance in the government administration.