Hukum Murtad dan Hak Asasi Manusia

Abstract

Kebebasan berkeyakinan misalnya, apabila dihadapkan dengan prinsip kebebasan beragama yang diusung oleh deklarasi tersebut menimbulkan perbedaan persepsi dalam masyarakat. Rumusan dari kebebasan beragama dapat dipahami dengan memilih atau menganut suatu agama, keluar dari suatu agama dan tidak beragama adalah cakupan dari kebebasan beragama. Hal ini juga berpengaruh terhadap hukum dan pemberian sanksi murtad bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang nantinya akan berimbas pada pelanggaran hak asasi manusia. Adanya pembenturan antara dua kepentingan inilah penulis tertarik membahasnya lebih lanjut dalam bentuk makalah. Terjadi perbedaan pendapat ulama terkaait dengan persoalan murtad. Mayoritas ulama berpendapat kasus murtad masuk ke dalam jarimah hudud. Hal ini disebabkan karena bentuk hukuman pasti dan permanen dan tidak ada peluang bagi penguasa untuk memaafkannya. Sedangkan menurut Hanafiyah memasukkan kasus murtad ini pada jarimah takzir, konsekwensi hukuman mati itu sudah pasti dan permanen, tapi ada peluang bagi penguasa untuk memaafkannya dan mengampuninya.